JawaPos.com – Perekonomian Indonesia telah keluar dari resesi berkat pertumbuhan kuartal II 2021 yang naik menembus level 7 persen. Namun, Direktur center of economic and law studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan, pertumbuhan ekonomi dapat kembali minus pada kuartal III.
Menurutnya, perkiraan tersebut dipengaruhi oleh kenaikan kasus penularan Covid-19 dan penerapan PPKM level 4 yang mengakibatkan aktivitas masyarakat dan roda ekonomi rakyat menjadi sangat lambat.
“Jangan keburu senang dulu karena pemulihan semu satu kuartal. Konsumsi rumah tangga bisa melemah lagi, dan motor dari investasi juga terpengaruh dengan adanya PPKM. Realisasi investasi bakal delay atau tertunda, investor wait and see dulu kapan kasus harian turun signifikan juga pelonggaran mobilitas dilakukan,” ujarnya saat dihubungi oleh JawaPos.com, Sabtu (7/8).
Bhima mengatakan, yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah untuk mengantisipasi kuartal-kuartal selanjutnya agar ekonomi Indonesia bisa selamat dan tetap berada dalam pertumbuhan positif.
Bahkan, menurutnya, pertumbuhan tinggi yanh dialami pada kuartal II merupakan hal yang wajar karena pada periode yang sama tahun lalu ekonomi RI anjlok sangat dalam yaitu minus 5,3 persen. “Jadi ada sedikit pemulihan saja langsung positif tinggi. Ini disebut low base effect,” imbuhnya.
Selain itu, lanjutnya, pada kuartal II pemerintah belum melakukan pembatasan secara ketat bahkan melakukan beberapa relaksasi pada aktivitas masyarakat dan mobilitas. Sehingga hal itu mengerek Indeks Keyakinan Konsumen naik menjadi 107,4 karena daya beli masyarakat yang optimis.
“Waktu itu mobilitas sudah mulai tinggi, meski belum seperti pra pandemi. Seruan dilarang mudik, tapi tempat wisata dibuka juga membuat sektor transportasi, akomodasi naik,” ucapnya.
Disisi lain, Bhima menambahkan, masyarakat juga terbantu dengan adanya THR yanh dibayar penuh, berbeda dengan tahun sebelumnya yang bisa dicicil. THR berperan penting mendorong masyarakat belanja khususnya menopang sektor makanan minuman atau pembelian direstoran.
Kemudian, sektor industri manufaktur juga bagus dan mulai pulih di kuartal ke II, dengan PMI manufaktur sempat 53 atau ada diatas angka 50 yang menandakan industri mulai ekspansi lagi.
“Dari sisi ekspor dan investasi mulai rebound. Kinerja ekspor tertolong harga komoditas pertambangan dan perkebunan yang tinggi,” pungkasnya.