JawaPos.com – Upaya merealisasikan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) harus menjadi perjuangan bersama. Hal ini dalam rangka mewujudkan negara yang adil dan makmur, serta aman bagi seluruh warga negara.
“Perjuangan merealisasikan UU Penghapusan Kekerasan Seksual saat ini berada di pundak dan menjadi tanggung jawab para legislator dari seluruh partai yang ada di parlemen,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema RUU PKS, “Mewujudkan Kebijakan Berbasis Bukti dalam Proses Legislasi” yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (28/7).
Menurut politikus Nasdem yang biasa disapa Rerie itu, kehadiran UU Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) merupakan salah satu cara negara ini memberi tempat yang layak terhadap nilai-nilai kemanusiaan bagi anak bangsa.
“Mewujudkan UU PKS, juga merupakan bagian dari perjuangan bangsa ini untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang paripurna,” ujarnya.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu juga berharap, para legislator di gedung parlemen menggunakan semua saluran politik yang ada dalam mengatasi berbagai hambatan dan menghilangkan sekat-sekat golongan, untuk membangun political will yang kuat mewujudkan UU PKS.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, Willy Aditya mengungkapkan, yang terjadi dalam pembahasan RUU PKS saat ini adalah benturan ideologi dan cara pandang dari sejumlah pihak.
Pihak- pihak yang berbeda pandangan itu, jelas Willy, sama-sama beralasan ingin memuliakan perempuan dan anak. Namun, jelasnya, masih ada pihak-pihak yang mempersoalkan sejumlah terminologi dan aspek sosial budaya dalam pasal-pasal RUU PKS tersebut.
Willy juga berharap sejumlah perspektif yang berbeda dalam pembahasan RUU PKS dapat diatasi lewat dialog yang intensif dan fakta-fakta di lapangan terkait maraknya kekerasan seksual secara digital misalnya yang meningkat 300 persen, diharapkan membuka mata sejumlah pihak yang menentang kehadiran UU PKS ini.
“Mudah-mudahan pada 18 Agustus 2021, Baleg bisa mempresentasikan naskah RUU PKS yang telah disusun dan UU PKS bisa menjadi hadiah bagi bangsa ini pada peringatan Hari Ibu tahun ini,” ujar Willy.
Hal yang sama juga diungkpakan, Anggota Majelis Musyawarah Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Nur Rofiah mengungkapkan, Islam sebagai satu sistem ajaran memiliki landasan moral yang mengacu pada nilai dan prinsip kebajikan universal seperti keadilan, kemanusiaan, kemaslahatan, untuk menyempurnakan akhlak mulia manusia, termasuk pada perempuan.
Karena itu, lanjutnya, hasil Musyawarah KUPI pertama, antara lain menyepakati bahwa hukum melakukan kekerasan seksual, baik di dalam dan di luar perkawinan adalah haram.
Di sisi lain, lanjut Nur Rofiah, negara sebagai ulil amri wajib memberikan perlindungan sistemik mulai dari pencegahan, penghukuman, perlindungan hingga pemulihan korban dan rehabilitasi pelaku. Selain itu, tambahnya, tindakan pemimpin kepada rakyat harus berorientasi pada kemaslahatan.
Sebab, kehati-hatian dan kejelasan norma perlu dikedepankan agar tidak terbuka pintu multitafsir dan penyalahgunaan dalam implementasi, apabila RUU PKS sudah disahkan.
“KUPI meyakini anggota DPR, dengan kearifan dan kenegarawanannya mampu menghadirkan UU PKS yang adil dan solutif sebagai wujud dari komitmen kebangsaan dan kemanusiaan yang memberi perlindungan kepada segenap warga bangsa dari kekerasan seksual, khususnya kelompok dhuafa (lemah) dan mustadh’afin (terlemahkan secara struktural),” ujar Nur Rofiah.