JawaPos.com – Pandemi covid-19 sudah berlangsung satu setengah tahun. Di tengah bangsa berusaha melawan pandemi tersebut, perilaku masyarakat mulai berubah.
Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam B Prasojo mensinyalir bahwa pandemi telah menyebabkan dislokasi sosial. Dislokasi dalam arti sosial yakni kondisi seseorang yang mengalami interkasi atipikal (tidak sinkron) yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu lama. Hal itu dapat menimbulkan emosi negatif (depresi). Ketika dislokasi sosial terjadi secara luas dapat mengganggu kesehatan mental.
Kondisi itu diperparah dengan sikap masyarakat yang tidak disiplin terhadap protokol kesehatan (prokes). Padahal prokes sangat penting, sehingga vaksin menjadi harapan. Paling tidak, dapat menjadikan double cover.
“Kita sekarang harus memperhatikan tenaga kesehatan dan dokter. Nakes merupakan tulang punggung dalam penanganan covid ini,” ujar Imam B Prasojo.
Pendapat Imam B Prasojo itu dikemukakan dalam webinar yang digelar di Institute of Social Economic Digital (ISED), Selasa (3/8). Webinar itu bertemakan ‘Menjaga Kewarasan di Tengah Pandemi’.
Lebih jauh Imam B Prasojo mengatakan, program pemerintah yang dilakukan saat ini agar bangsa ini bisa selamat dan negara ini tidak dikucilkan. Sebab, Indonesia disebut sebagai epicentrum covid. “Untuk itu perlu sinergi dukungan banyak pihak. Mulai dari ahli gizi, telemedicine, konsultasi psikiater, pendamping kerohanian), dan komunitas.
Dewan Pakar ISED Silverius Y Soeharso mengutip buku Headspindiprediksi. Di situ disebutkan bahwa sejumlah ahli mengatakan Indonesia dilanda banjir bandang ujaran kebijakan.
Indonesia yang multikultural di era media sosial memiliki potensi kerawanan nasional. Sehingga, harus diwaspadai terutama di era pandemi. “Para psikolog dan sosiolog perlu menyusun grow mindset (paradigm shifting program) guna mereduksi nalar fixed mindset (denial dan menolak kenyataan).
“Peran influencer, kaum muda, pegiat media digital, artis dan lain-lain juga dirasa dapat membantu dalam penanganan Covid-19 guna mengurangi angka penularan covid-19,” kata Dekan Fakultas Psikologi Universitas Pancasila (UP) itu.
Ketua Bidang Data & Sistem Informasi Tim Mitigasi PB IDI Seno Purnomo menuturkan, korona adalah virus yang menjadikan manusia sebagai perantaranya. Manusia harus bisa menahan segala hal sebagai bentuk ikhtiar, agar efektivitas dari vaksin tercapai. Menjaga prokes dapat mengurangi penyebaran agar pandemi segera berakhir.
Kini yang dapat dilakukan masyarakat adalah meningkatkan imunitas, menurunkan paparan dengan cara usaha terbaik. Cara itu dengan membatasi kontak, menjaga kebersihan (rajin cuci tangan), dan memakai masker dan sarung tangan.
“Hindari melakukan ‘self medication’ dengan mengandalkan berita yang sumbernya tidak jelas atau dasar pertimbangannya tidak sesuai kondisi,” katanya.
Baca juga: Cegah Mudik, Sosiolog UI Minta Pemerintah Konsisten Tegakkan Aturan
Peneliti ISED Karuniana Dianta Sebayang menambahkan, kini sangat diperlukan penyebaran informasi yang benar tentang upaya pencegahan virus ini melalui media massa. Misalnya, membuat gerakan sosial yang dilakukan influencer kemudian disebarluaskan melalui media massa.
“Kita telah didukung sosial media. Kenapa kegiatan pencegahan Covid-19 ini tidak viral pada media sosial? Sehingga gerakan sosial atau mensosialisasikan gerakan-gerakan prokes melalui influencer,” katanya.