JawaPos.com – Elizabeth Susanti diadili di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (3/8). Dia didakwa menipu PT Tri Bangunkarya Persada (TBP). Modusnya, menawarkan dana talangan Rp 20 miliar. Namun, Elizabeth justru menilap USD 17.400.
Jaksa Irene Ulfa menyatakan, perkara tersebut bermula pada akhir tahun lalu. Elizabeth saat itu berkenalan dengan Abdul Rohim karena urusan bisnis di Jakarta. Dia mengaku kenal sejumlah tokoh nasional.
Empat bulan berselang, terdakwa menghubungi Abdul Rohim. Elizabeth menawarkan kerja sama. Ada lingkaran mantan presiden yang mau memberikan dana talangan minimal Rp 20 miliar. Dengan catatan, perusahaan harus berbadan hukum.
Abdul Rohim lantas menceritakan tawaran tersebut kepada koleganya. Yakni, Maraz Karazan. Direktur operasional PT TBP itu tertarik. Maraz memberitahukan informasi tersebut kepada Direktur Utama PT TBP Tri Wihadi.
Gayung bersambut. Dia juga tertarik dengan dana talangan tersebut. Sebab, nama yang disebutkan sangat identik dengan nama mantan presiden. Nama besarnya tidak diragukan.
Irene menjelaskan, para saksi selanjutnya membuat janji bertemu dengan terdakwa. Mereka sepakat bertemu di salah satu hotel di Jalan Jemursari. ”Dalam pertemuan itu, terdakwa bertemu dengan tiga saksi. Yaitu, Abdul Rohim, Maraz Karazan, dan Tri Wihadi,” papar jaksa Irene.
Terdakwa memeriksa dokumen perusahaan setelah bertemu dengan ketiganya. Dia juga melontarkan syarat lain. PT TBP diminta membuka rekening Bank HSBC dengan saldo awal Rp 500 juta.
Namun, syarat itu tidak disanggupi. Tri Wihadi mengungkapkan bahwa perusahaannya hanya mampu menyiapkan dana USD 17.400. Nilainya setara dengan Rp 255 juta.
Irene menuturkan, terdakwa tidak mempermasalahkan nominal tersebut. Elizabeth meminta uang disiapkan secepatnya. Dalihnya, pengajuan dana talangan harus segera diproses agar tidak keduluan perusahaan lain. ”Uang sudah siap keesokan harinya,” ujarnya.
Elizabeth lantas meminta uang itu dimasukkan ke tas ransel bersama dokumen perusahaan. Tri Wihadi mengutus Maraz Karazan dan dua orang lainnya untuk menemani terdakwa ke Bank HSBC.
Irene mengungkapkan, terdakwa meminta lebih dulu diantar ke Bank BNI di Jalan Raya Gubeng setelah masuk mobil. Elizabeth beralasan mau mengambil kekurangan uang untuk membuka rekening di Bank HSBC. Sebab, saldo minimalnya harus Rp 500 juta.
Di parkiran Bank BNI, terdakwa berusaha membawa tas ransel yang berisi uang saat turun dari mobil. Maraz sempat menghalanginya. Namun, Elizabeth pandai bersilat lidah. Dia mengaku harus membawanya untuk ditunjukkan kepada pimpinan bank. ”Dengan berbagai tipu muslihat, terdakwa berhasil membawa tas dan meminta para saksi tetap menunggu di dalam kendaraan,” kata jaksa dari Kejari Tanjung Perak tersebut.
Terdakwa tidak masuk ke bank setelahnya. Elizabeth diam-diam meninggalkan bank dengan naik taksi. Maraz Karazan dan dua saksi lain baru curiga setelah terdakwa tidak kunjung kembali. Mereka masuk ke bank, tetapi tidak menemukan terdakwa.
Baca Juga: Warga yang Ancam Bakar RSUD BDH Minta Maaf
Maraz kemudian menghubungi Tri Wihadi. Mereka lantas melapor kepada polisi. Elizabeth ditangkap beberapa jam kemudian. Dia terdeteksi di sebuah hotel di Jalan Ketintang. Namun, uang yang ditilap sudah berkurang. Elizabeth mengaku langsung menukarkan uang tersebut di Jalan Mastrip. Lantas, uang Rp 50 juta dipakai untuk membayar utang. Elizabeth yang mengikuti sidang secara virtual mengakui perbuatannya. Dia mengaku gelap mata. ”Menyesal, Yang Mulia,” ucapnya.