JawaPos.com–Video viral yang mencatut RSUD Bhakti Dharma Husada (BDH) Surabaya dan beredar di media sosial, telah berakhir damai. Video berdurasi 2,41 menit itu memperlihatkan beberapa orang masuk ke sebuah rumah sakit dengan nada marah dan melakukan tindakan tidak menyenangkan kepada salah satu tenaga kesehatan (nakes).
Arthur, mewakili pihak keluarga pasien yang meninggal mengatakan, telah membuat video klarifikasi permohonan maaf. Dia menjelaskan video yang beredar tersebut tidak benar. Dia pun mengucapkan terima kasih kepada RS BDH yang telah memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi keluarganya.
”Kami atas nama keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada RS BDH atas insiden yang terjadi. Kami juga mengucapkan terima kasih atas pelayanan kesehatan yang diberikan,” katanya melalui Humas Pemkot Surabaya pada Rabu (4/8).
Sementara itu, Sandy yang menyebarkan video tersebut melalui aplikasi tiktok juga telah membuat video permintaan maaf yang diunggah di akun tiktok pribadinya. Dalam video tersebut, Sandy mengakui, tidak mengetahui permasalahan yang terjadi di RS BDH.
”Saya ingin meminta maaf terkait video yang saya unggah di aplikasi tiktok kepada RS BDH. Saya berjanji tidak akan terulang lagi kejadian yang seperti ini,” tutur Sandy.
Kanitreskrim Polsek Benowo Ipda Jumeno mengatakan, kejadian itu terjadi pada 26 Juli. Pada hari itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Benowo. Namun, setelah melalui proses mediasi dengan pihak kepolisian, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai.
”Kejadiannya 26 Juli. Jadi, setelah kita adakan proses mediasi, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai,” terang Jumeno di kantornya.
Jumeno menerangkan, pihaknya tidak meneruskan laporan dari RS BDH. Kasus itu terjadi karena adanya kesalahpahaman. Pihak keluarga pasien pun sudah meminta maaf kepada RS BDH dan membuat video klarifikasi untuk meredakan situasi.
”Tidak kita lanjutkan. Itu salah paham dan keluarga pasien juga sudah ada permintaan maaf ke rumah sakit,” terang Jumeno.
Dia menyayangkan beredarnya video dengan narasi tersebut. Padahal, kejadian itu terjadi pada 26 Juli. Jenazah pasien pun sudah dimakamkan secara protokol kesehatan di makam Babat Jerawat blok Covid-19.
”Kenapa kok viral sekarang dengan narasi seperti itu. Kan sudah lama. Jenazah juga sudah dimakamkan. Jadi kan sudah selesai dan damai,” ujar Jumeno.
Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara menjelaskan, pasien itu merupakan rujukan dari Puskesmas Lontar dengan diagnosa suspek Covid-19 melalui hasil swab antigen di RSAU Soemitro. Di samping itu, hasil swab PCR pasien tersebut juga positif Covid-19.
”Hasil swab antigen dari RSAU Soemitro itu positif, hasil PCRnya juga menyatakan positif,” jelas Febriadhitya Prajatara.
Menurut dia, pihak keluarga inti dari pasien, sebenarnya tidak mempermasalahkan dengan status pasien. Pada 25 Juli, kondisi pasien memburuk, hingga akhirnya meninggal dunia. Melalui hasil diskusi dengan keluarga inti pasien, mereka sepakat jenazah akan dimakamkan pukul 08.00 WIB keesokan harinya, sembari menunggu proses pemulasaraan yang sesuai dengan agama yang dianut.
”Keluarga inti sudah setuju pemakaman dilakukan pada 26 Juli, jam delapan pagi. Difasilitasi juga untuk dua anggota keluarga untuk melihat jenazah untuk terakhir kali,” papar Febriadhitya Prajatara.
Namun, dia menjelaskan, ada sekelompok orang yang mengaku sebagai kerabat menerobos masuk untuk melihat jenazah. Mereka menuduh RSUD BDH meng-covid-kan pasien yang sudah meninggal tersebut. Saat itu, nakes mencoba memberikan pemahaman kepada keluarga pasien terkait kondisi sebenarnya.
”Sebelum selesai memberikan penjelasan, nakes tersebut menerima tindakan kekerasan oleh oknum tersebut,” ujar Febriadhitya Prajatara.
Melihat hal itu, kepala tim keamanan RSUD BDH langsung berkoordinasi dengan Polsek Benowo agar segera merapat ke lokasi kejadian. Berdasar hasil mediasi, kelompok oknum keluarga pasien sepakat meminta maaf kepada pihak yang dirugikan. Mereka juga berjanji membimbing anggota kelompoknya agar mematuhi protokol kesehatan dan peraturan rumah sakit.
”Perwakilan dari keluarga meminta maaf karena tidak mengetahui prosedur yang berlaku dan membuat surat pernyataan bermeterai,” ujar Febriadhitya Prajatara.