JawaPos.com – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi telah menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap pengaturan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu. Dedi mengaku diperiksa dalam kapasitasnya yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat periode 2016–2019.
Mantan Bupati Purwakarta ini diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka mantan Anggota DPRD Jawa Barat, Ade Barkah Surahman dan Siti Aisyah Tuti Handayani.
“Ditanya masalah Pak ABS (Ade Barkah Surahman) dan Bu Siti Aisyah, karena kebetulan saya Ketua DPD dulu,” kata Dedi usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (4/8).
Mantan Bupati Purwakarta itu mengaku hanya ditanya tiga pertanyaan oleh penyidik KPK. Dia juga mengaku tidak menyerahkan dokumen apapun kepada penyidik dalam kasus ini. “Ada lah tiga kayaknya, cuma sebentar cuma berapa menit, enggak ada apa-apa ini,” ucap Dedi.
Sementara itu, KPK hingga belum memberikan keterangan mengenai materi pemeriksaan apa saja yang digali kepada Dedi. Tetapi, setiap saksi yang diperiksa diduga mengetahui perkara rasuah yang ditangani KPK.
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Ade Barkah Suharman dan mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Siti Aisyah Tuti Handayani sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan bantuan pada Provinsi Kabupaten Indramayu Tahun Anggaran 2017-2019. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari jeratan hukum mantan Bupati Indramayu, Supendi.
KPK menduga, Ade menerima uang senilai Rp 750 juta dari seorang pihak swasta bernama Carsa ES. Carsa telah divonis 2 tahun penjara pada 2020 karena terbukti memberikan suap kepada Supendi.
Sementara itu, Siti diduga menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari Abdul Rozak Muslim yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Uang Rp 1 miliar itu merupakan bagian dari Rp 9,2 miliar yang diterima Rozak dari Carsa.
Uang itu diberikan agar Ade dan Siti memastikan proposal pengajuan dana bantuan keuangan provinsi Jawa Barat untuk kegiatan peningkatan jalan kepada pihak Dinas PUPR Kabupaten Indramayu diperjuangkan oleh Ade selaku wakil ketua DPRD Provinsi Jawa Barat dan Rozak selaku anggota DPRD Provinsi Jawa Barat.
Diduga Ade dan Siti beberapa kali menghubungi BAPPEDA Provinsi Jawa Barat memastikan atas usulan-usulan pekerjaan jalan yang Carsa ES ajukan di Kabupaten Indramayu.
Ade dan Siti disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.