JawaPos.com – Jawa Timur (Jatim) saat ini mengalami defisit 4.300 dokter spesialis. Itu berarti rasio dokter spesialis di provinsi ujung timur Jawa tersebut masih di bawah standar Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Menurut Menteri Kesehatan Budi Sadikin, Jatim membutuhkan 10.994 dokter spesialis. Tapi, provinsi beribu kota Surabaya itu hanya memiliki 6.675 dokter spesialis yang penyebarannya kurang merata ke daerah terpencil.
“Artinya, masih kekurangan 4.300 dokter spesialis untuk Jatim saja. Ini harus kita kejar. Apalagi, kapasitas produksi dokter per tahun hanya 2.700–2.900,” ujar Budi secara daring di acara penandatanganan memorandum of understanding (MoU) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) dengan Pemkab Gresik dan Pemkab Sumenep serta FK Universitas Brawijaya (UB) dengan Pemkab Gresik kemarin (30/3).
Bahkan, di antara seluruh rumah sakit (RS) di Jatim, lanjut Budi, sebanyak 22 RS belum memiliki tujuh jenis dokter spesialis dasar. Terkait dengan itu, Budi menyebut kementerian yang dirinya pimpin sudah menyiapkan 2.500 beasiswa untuk pendidikan dokter, dokter spesialis, subspesialis, hingga perawat, baik di dalam maupun di luar negeri. Anggaran beasiswa pendidikan dokter, dokter spesialis, dan dokter subspesialis tersebut bisa digunakan bagi putra daerah.
“Kadinkes Jatim minta informasi beasiswa tersebut disosialisasikan. Tidak hanya di Kabupaten Sumenep dan Gresik, tetapi juga di seluruh kabupaten/kota di Jatim,” katanya.
Dekan FK Unair Prof dr Budi Santoso SpOG (K) mengatakan, FK Unair dan FK UB berupaya mewujudkan academic health system (AHS) yang kini menjadi perhatian besar pemerintah. Dua kampus negeri tersebut menjadi perintis dalam bentuk kerja sama antara pemkab, pemkot, pemprov, maupun rumah sakit untuk produksi dan penempatan dokter spesialis.
“Beasiswa PPDS (program pendidikan dokter spesialis) bagi putra daerah ini dibiayai Pemkab Gresik dan Sumenep. Setelah menjalani pendidikan di Unair dan UB, mereka diserahkan ke daerah dan diterjunkan ke RS yang sudah disepakati,” jelasnya.
Budi menambahkan, penerima beasiswa PPDS untuk putra daerah tersebut tetap melalui seleksi. Namun, FK Unair akan memberikan afirmasi atau kelonggaran kepada mereka.
“Mungkin kalau nilai TOEFL-nya masih kurang dikit, akan kami terima. Kelonggaran ini diberikan karena tidak semua dokter mau ditempatkan di kepulauan,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Jawa Timur dr Erwin Astha Triyono SpPD KPTI mengungkapkan, secara angka Jatim memang kekurangan dokter spesialis cukup banyak. Namun, ada banyak variabel yang perlu dihitung di setiap kabupaten/kota. Termasuk kemampuan kabupaten/kota dalam membiayai tenaga kesehatan di wilayah masing-masing.
“Kami akan bantu dalam bentuk pola pemetaan sehingga nanti sinkron semua variabel yang ada. Mudah-mudahan lima tahun ke depan bisa terealisasi secara bertahap,” katanya.
Erwin menuturkan, program AHS FK Unair dan FK UB yang bekerja sama dengan Pemkab Gresik dan Sumenep itu menjawab empat tantangan sekaligus. Yakni, produktivitas, mutu, distribusi, dan kesejahteraan dokter spesialis.