JawaPos.com – Satgas Anti Mafia Umrah Polda Metro Jaya masih mengembangkan kasus dugaan penipuan jamaah umrah yang dilakukan oleh PT Naila Safaah Wisata Mandiri. Sejauh ini, korban diperkirakan berjumlah 500 orang lebih.
Kasubdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditrektorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Joko Dwi Harsono mengajatakan, sejauh ini terdapat 13 laporan polisi. Jumlah korban tercatat pun berpotensi masih mengalami tambahan.
“Kalau yang sudah kami himpun sementara ini, yang kami catat itu lebih dari 500 orang korban yang sudah tercatat,” ujar Joko kepada wartawan, Rabu (29/3).
Menurut Joko, tidak semua jamaah yang menjadi korban diberangkatkan lalu ditelantarkan di Arab Saudi usai menjalankan ibadah umrah. Beberapa jamaah di antaranya, tidak diberangkatkan dan uang untuk perjalanan umrah yang telah disetorkan digelapkan oleh pihak agen travel PT Naila.
“Jadi dia menipu. Dana jamaah diterima tapi tidak diberangkatkan dan digelapkan Dananya dipakai beli aset. Kemudian ada juga yang sudah diberangkatkan tapi di sana ditelantarkan,” pungkas Joko.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menangkap pasangan suami istri (pasutri) yang diduga menjadi pelaku penipuan perjalanan umrah. Pelaku ini membuat para jamaah tak bisa kembali dari Arab Saudi.
Kedua pelaku adalah pemilik PT Naila Safaah Wisata Mandiri, Mahfudz Abdulah alias Abi, 52, dan istrinya Halijah Amin alias Bunda, 48. Keduanya ditangkap di salah satu kamar hotel di Daerah Istimewa Jogjakarta. “Pelaku ditangkap pada 27 Februari 2023,” kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi kepada wartawan, Selasa (28/3).
Pasturi ini telah ditetapkan jadi tersangka dan dikenakan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda Metro Jaya. Selain pasangan pasutri ini, penyidik juga menetapkan Direktur Utama PT Naila Safaah Wisata Mandiri, Hermansyah, 59, sebagai tersangka.
Ketiganya dikenakan Pasal 126 Juncto Pasal 119 A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah sebagaimana diubah dalam Pasal 126 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. “Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun,” jelas Hengki.