JawaPos.com – Direktorat Jenderal Perhubungan Udara terus mengawasi penerapan tarif tiket pesawat. Acuannya adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara M. Kristi Endah Murni mengungkapkan, sesuai ketentuan tersebut, setiap maskapai harus menetapkan tarif tiket pesawat tidak melebihi tarif batas atas (TBA) atau tidak di bawah tarif batas bawah (TBB). Termasuk ketentuan tarif lainnya seperti fuel surcharge (FS).
“Terkait pelayanan tarif angkutan udara, dilakukan pengawasan oleh para inspektur dari direktorat teknis terkait kepada maskapai dan ground handling,” ungkap M. Kristi Endah Murni kemarin (26/3).
Selama periode angkutan Lebaran 2023, terang Kristi, dilakukan pemantauan pada 51 bandara. Sebanyak 16 di antaranya merupakan bandara internasional (entry point). Agar pemantauan berjalan baik, pihaknya berkolaborasi dengan stakeholder penerbangan.
“Tugas kami memastikan pelayanan sebelum, selama, dan setelah penerbangan (pre-in-post flight) berjalan sesuai dengan prosedur penerbangan,” ujarnya.
Selama melakukan pengawasan, lanjut Kristi, pihaknya menemukan variasi pelanggaran tarif angkutan udara di beberapa rute. Antara lain, pelanggaran TBA atau TBB maupun FS yang melebihi ketentuan. Terkait hal tersebut, pihaknya secara konsisten juga telah memberikan sanksi kepada maskapai.
“Pelanggaran TBA dan FS tersebut dominan terjadi pada rute-rute berjarak pendek dalam rentang waktu Juli–Desember 2022. Kami sudah berikan sanksi administratif kepada maskapai yang bersangkutan berupa surat peringatan yang berlaku selama 14 hari,” jelasnya.
Sebelum masa surat peringatan tersebut habis, maskapai harus melakukan perbaikan. Kemudian, pihaknya akan memastikan tidak terdapat pelanggaran berulang pada rute lainnya. Apabila surat peringatan tersebut tidak diindahkan dan belum ada perbaikan, akan dikenakan sanksi administratif berikutnya. Yakni, berupa pembekuan, pencabutan, atau denda administrasi.
“Sebagian maskapai sudah melakukan perbaikan seiring semakin baiknya perkembangan beban biaya operasi pesawat (BOP) yang didominasi oleh beban biaya avtur dan kurs rupiah terhadap dolar,” terangnya.
Kristi menambahkan, pihaknya bersama Indonesia National Air Carriers Association (INACA) dan maskapai berkolaborasi untuk melakukan kajian bersama dalam penyempurnaan formulasi penghitungan tarif tiket pesawat. Berdasar kajian bersama, saat ini nilai keekonomian sudah tidak sesuai dengan beban BOP. “Secara resmi, INACA dan beberapa maskapai telah bersurat kepada kami untuk mempertimbangkan kembali peninjauan ulang terhadap besaran tarif pada beberapa rute pendek tersebut,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan, pengawasan terhadap potensi pelanggaran tarif batas atas menjelang mudik itu bersifat krusial. Terlebih, untuk maskapai udara. Karena itu, Dirjen Perhubungan Udara diminta melakukan pengawasan lebih intensif lagi.