JawaPos.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku kaget saat mengetahui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tiba-tiba mengungkap soal dugaan transaksi mencurigakan Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sri Mulyani mengaku, ia mengetahui informasi tersebut justru dari media, bukan dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagaimana seharusnya.
“Mahfud MD menyampaikan ke media ada transaksi mencurigakan di Kemenkeu sebesar Rp 300 triliun. Kami kaget karena mendengarmya dalam bentuk berita di media, kami cek kepada Pak Ivan (Yustiavandana, Kepala PPATK) tidak ada surat di tanggal 8 Maret ke Kemenkeu,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3).
Menindaklanjuti hal tersebut, Sri Mulyani kemudian meminta penjelasan ke PPATK terkait dana mencurigakan itu. Namun, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengaku telah mengirim surat ke Kementerian Keuangan.
Padahal, kata Srimul, sapaan akrabnya, dirinya baru menerima surat tersebut pada Kamis, 9 Maret 2023. Meskipun tanggal titimangsa yang tercatat di surat per tanggal 7 Maret 2023.
“Kamis tanggal 9 Maret 2023, Kepala PPATK baru mengirim surat nomornya SR/2748/AT.01.01/III Tahun 2023. Surat itu tertanggal 7 Maret, tapi baru kami terima by hand tanggal 9 Maret,” terang Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan, surat itu memuat 36 halaman lampiran. Isinya berupa 196 surat yang pernah dikirim PPATK ke Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan periode 2009-2023.
Namun, kata Srimul, dalam surat tersebut tidak ada data mengenai nilai uang yang heboh di media. Surat yang dikirim hanya berisi kompilasi surat yang pernah dikirimkan PPATK terkait penyelidikan, berikut tanggal dan nama orang-orang yang diduga terlibat.
“Sehingga kami juga bingung, tanggal 9 Maret terima surat, tapi nggak ada angkanya (nominalnya). Saya meminta kepada Pak Ivan, suratnya yang ada angkanya di mana, karena kami tidak bisa berkomentar,” jelas Sri Mulyani.
Kemudian, dirinya baru menerima surat yang berisi nominal dugaan transaksi mencurigakan pada Senin, 13 Maret 2023.
“Kepala PPATK mengirimkan surat Nomor SR/3160/AT.01.01/III Tahun 2023 ke Menteri Keuangan. Surat yang memuat 43 halaman lampiran itu berisi daftar 300 surat yang pernah dikirimkan PPATK ke sejumlah pihak. Dalam surat itu, disebutkan angka Rp 349 triliun,” ujarnya.
Meski begitu, kata Srimul, nominal Rp 349 triliun yang tercantum dalam surat tidak seluruhya menyangkut transaksi pegawai Kementerian Keuangan. Dalam paparannya, ia merinci ada 65 surat terkait transaksi Rp 253 triliun berupa data transaksi debit-kredit operasional perusahaan-perusahaan dan korporasi.
Bahkan, nominal tersebut, kata dia, tidak ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu, namun berhubungan dengan fungsi pajak dan bea cukai.
“Jadi Rp 253 triliun adalah sebetulnya transaksi dari korporasi Rp 74 triliun adalah surat PPATK ke APH sehingga yang benar-benar berhubungan dengan kami ini menyangkut tupoksi pegawai Kemenkeu itu ada 153 surat nilainya Rp 22 Triliun. Sebanyak Rp 18,7 triliun itu menyangkut transaksi korporasi yang tidak ada hubungannya dengan Kemenkeu. Yang benar-benar ada hubungannya dengan kemenkeu itu Rp 3,3 T ini 2009-2023 ini 15 tahun,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mahfud MD menyampaikan bahwa ada transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun yang merupakan akumulasi sejak 2009 yang melibatkan sebanyak 460 orang.
“Itu tahun 2009 sampai 2023. Ada 160 laporan lebih sejak itu, tidak ada kemajuan informasi, sesudah diakumulasikan semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu sehingga akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp 300 triliun,” kata Mahfud di Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII), Jalan Kaliurang, Sleman, Rabu (8/3).
Temuan tersebut, kata Mahfud, merupakan laporan sejak 2009 terkait transaksi janggal itu tidak segera mendapat respons hingga akhirnya menumpuk. Temuan itu juga di luar transaksi Rp 500 miliar dari rekening mantan Pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo dan keluarganya yang telah dibekukan PPATK.