JawaPos.com – Penanganan kasus tuberkulosis (TBC) pada anak masih menjadi pekerjaan rumah di Indonesia. Ini bukan hanya tugas pemegang kepentingan, tapi terutama dari orang-orang di lingkungan sekitar anak.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia tingkat Provinsi Banten, dr. Didik Wijayanto memaparkan, angka kasus tuberkulosis (TBC) pada anak masih banyak ditemukan di Indonesia. Kebanyakan berawal dari lingkungan sekitar. Lalu, bagaimana mengenali gejalanya?
Dalam acara pencegahan serta edukasi terkait tuberkulosis (TBC) yang dilakukan RS Sari Asih Karawaci bersama Dinkes Kota Tangerang secara daring, Jumat (24/3), dr. Didik mengungkapkan, gejalanya bisa dikenali dari demam yang berkelanjutan.
“Jika demam dengan batuk dan pilek itu kan termasuk influenza, lalu demam disertai muntah dan mencret itu kan rotavirus. Nah, jika demam yang sudah diberikan obat penurun panas sembuh, lalu tiga hari kemudian masih demam berkelanjutan, itu bisa menjadi gejala awal,” kata dr. Didik dalam acara pencegahan serta edukasi terkait tuberkulosis (TBC) yang dilakukan RS Sari Asih Karawaci bersama Dinkes Kota Tangerang secara daring, Jumat.
Sehingga, ungkap dr. Didik, gejala TBC pada anak bisa meliputi demam yang tidak jelas terus menerus hingga penurunan berat badan secara drastis. “Virusnya bisa tertular dari orang-orang terdekat yang berkontak langsung dengan anak,” sambungnya.
Untuk itu, diperlukan pemeriksaan lanjutan. Yakni dengan pemeriksaan skrining, Test Cepat Molekuler (TCM), serta X-ray di Puskesmas. Ia berharap adanya edukasi TBC pada anak ini, orang tua lebih peduli dan tidak malu jika anak terkena TBC.
“Penanganannya juga sudah bagus di fasilitas kesehatan tingkat pertama atau puskesmas, apalagi untuk diagnosanya mereka sudah punya Test Cepat Molekuler (TCM), jadi rumah sakit tindak lanjut dalam pengobatannya. Karena pengobatan TBC ini harus konsisten,” ujarnya.