JawaPos.com – Fungsi media sosial terus bertambah seiring perkembangan zaman. Tidak hanya menjadi tempat berkomunikasi, media sosial kini juga jadi platform ajang berbagi informasi, baik yang bersifat pribadi maupun publik.
Bagi banyak orang, media sosial sudah menjadi wadah untuk beropini, berkomentar, hingga membagikan cerita. Pada titik tertentu, kegiatan membagikan informasi ini bisa menjadi berlebihan, alias oversharing. Tidak sedikit pengguna media sosial yang belum sadar telah membagikan informasi detil yang bersifat pribadi dan rahasia, yang pada akhirnya bisa ‘berbalik’ menyerang mereka di kemudian hari.
Kasus Mario Dandy Satriyo, pelaku penganiayaan Cristalino David Ozora yang jadi pusat perhatian publik sebulan belakangan ini, adalah salah satu contoh bagaimana oversharing adalah sebuah pedang bermata dua. Di satu sisi keinginan pamer dan pengakuan status sosial tersampaikan, tapi di sisi lain hal tersebut bisa berujung pada pengusutan harta yang merembet ke mana-mana lantaran ia memamerkan mobil dan motor mewah milik orang tuanya yang merupakan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo.
Psikolog Klinis Liza Marielly Djaprie, dalam keterangan resmi yang diterima, menjelaskan bahwa oversharing biasanya berakar pada emosi pribadi masing-masing. Pertama, peran emosi mendorong seseorang untuk membagikan sesuatu. Kedua, peran status yang berusaha untuk memperlihatkan citra diri tertentu kepada khalayak umum.
“Dua hal tersebut kenapa individu menjadi oversharing. Either karena itu emosinya lagi meletup-letup banget apapun itu emosinya atau yang kedua karena looking for status tadi,” jelasnya dalam acara diskusi yang dihelat Kemenkominfo bersama GNLD Siberkreasi.
Bagaimanapun, kata Liza, sikap berbagi memang menjadi watak manusia sebagai makhluk psikologis yang ingin agar terhubung dengan dunia luar. Namun, ia menyarankan untuk memikirkan ulang motivasi di balik sikap oversharing, terutama yang berbuah kontroversi.
“Sebelum jempolnya bergerak, ditanyakan dulu why I want to post this? Mungkin itu pertanyaan terpenting yang harus kkita instropeksi sebelum kita post,” ujar Liza.
Pegiat literasi digital Indriyatno Banyumurti menambahkan, orang yang melakukan oversharing di media sosial adalah mereka yang sudah tidak bisa membedakan lagi ranah publik dan pribadi. Indriyatno menjelaskan, kebiasaan ini juga bisa menimbulkan kerugian lain, yakni risiko pencurian data pribadi.
“Jadi risikonya kita bisa mendapatkan kemungkinan untuk menjadi korban kejahatan siber. Bijaklah selama beraktivitas online dan berpikir atau berhenti sebelum berbagi informasi atau pause before posting. Posisikan diri sebagai orang lain yang akan melihat informasi yang akan kita bagikan. Dengan cara ini, seseorang dapat memahami lebih jelas apa yang harus dibagikan atau tidak,” ujarnya.