JawaPos.com – Suara agar hakim Mahkamah Konstitusi (MK) M. Guntur Hamzah legawa mundur setelah dinyatakan melanggar etika masih nyaring. Sejumlah pihak menyebut langkah itu perlu diambil Hamzah demi menjaga marwah dan integritas kelembagaan MK sebagai benteng terakhir konstitusi.
Sebelumnya, hasil sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutus Guntur melanggar etik dalam skandal pengubahan risalah putusan pemberhentian hakim konstitusi Aswanto. Namun, ternyata MKMK hanya memberikan sanksi yang terbilang ringan. Yakni, teguran tertulis.
Menurut Fajri Nursyamsi, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), tindakan Guntur telah melanggar prinsip integritas dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama. Di hari pertama menjabat, Guntur dinilai justru melakukan akrobatik demi melegitimasi posisinya menggantikan Aswanto.
Karena itu, Fajri mendesak Guntur untuk legawa mengundurkan diri. Jika tidak, integritas kelembagaan MK akan semakin tercoreng di mata publik. “Tindakan Guntur tidak hanya merusak kepercayaan publik, tapi juga seolah mengompromikan nilai-nilai negara hukum secara sah dan terbuka,” ujarnya kemarin (22/3).
Fajri menilai sanksi yang diberikan MKMK terlalu lemah. Meski ada hal-hal yang meringankan, PSHK menyebut ada banyak hal memberatkan yang membuat Guntur layak diberhentikan. Pertama, perilaku itu dilakukan saat masih ada kontroversi pengangkatannya menggantikan Aswanto. Kedua, dengan sadar ikut mengubah putusan MK. Padahal, yang bersangkutan tidak ikut memutus karena baru dilantik pada hari H pembacaan putusan.
Ketiga, pengubahan putusan itu tidak dikonfirmasi kepada hakim konstitusi lainnya selain Arief Hidayat. Alasan pemberat terakhir, pengubahan putusan tersebut menguntungkan diri pribadi. “Bukan untuk menegakkan prinsip konstitusionalisme dalam pengangkatan hakim konstitusi. Karena itu, semestinya mau legawa dan meninggalkan jabatannya agar MK tetap mendapat kepercayaan publik,” kata Fajri.