JawaPos.com – Pelaporan efek samping obat ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejauh ini tercatat hanya 10 ribu per tahun. Jumlah itu dinilai tidak representatif. BPOM pun membuat aplikasi pelaporan bernama e-MESO untuk semakin memudahkan masyarakat.
Kepala BPOM Penny K. Lukito menyatakan, perlu dibangun sistem pemantauan atau pelaporan kejadian tidak diinginkan karena efek samping obat atau disebut farmakovigilans. Sejauh ini pelaporan dilakukan industri farmasi. ”BPOM merupakan koordintaor pusat dalam monitoring efek samping obat,” katanya.
Atas dasar itu, BPOM membuat aplikasi e-MESO. Dengan aplikasi itu, pelaporan bisa semakin masif. Sehingga BPOM dapat meneliti kejadian yang diduga karena efek samping obat. Sejauh ini pelaporan yang diterima BPOM rata-rata hanya 10 ribu per tahun.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah mengungkapkan, pelaporan yang hanya 10 ribu per tahun merupakan jumlah yang sedikit. Pihaknya menyambut baik e-MESO. ”Kalau dokter anak biasanya kenal dengan kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) yang biasanya karena vaksin, kalau ini pelaporan karena efek obat,” kata Piprim.
Piprim mendorong masyarakat agar terus melaporkan kejadian pasca meminum obat. Dengan begitu, data yang dikumpulkan semakin banyak dan dapat diujikan. E-MESO sejauh ini hanya bisa digunakan fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan. Masyarakat bisa melapor ke tenaga kesehatan atau faskes terdekat.
Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Rizka Andalucia mengatakan, aplikasi yang dibuat BPOM itu dapat memudahkan tenaga kesehatan. Kemenkes pun memiliki keinginan untuk membangun patient safety di setiap fasilitas pelayanan kesehatan.
Ketua PB IDI dr Adib Khumaidi SpOT juga mendukung sistem pelaporan secara mandiri melalui e-MESO. Pihaknya meminta BPOM terus melakukan sosialisasi.