JawaPos.com – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mendorong terciptanya ekosistem yang kondusif bagi ekonomi kreatif untuk tumbuh pesat di Indonesia. Salah satunya dengan meminta notaris untuk mengambil peran membantu para pelaku usaha ekonomi kreatif. Apalagi, era disrupsi digital membutuhkan kecepatan pelayanan dalam semua proses bisnis.
“Bisnis di era disrupsi digital membutuhkan kemudahan birokrasi dan kecepatan pelayanan. Jangan sampai prosedur bisnis menghambat pertumbuhan ekonomi kreatif. Notaris harus mengambil peran signifikan di dalamnya untuk ikut mendorong ekonomi kreatif tumbuh pesat,” kata Sandiaga Uno ketika audiensi dengan Asosiasi Game Indonesia (AGI), di Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta, pekan lalu.
Ami Raditya, advisor di AGI yang juga seorang notaris, mengatakan kepada Sandi bahwa notaris memang harus melakukan rekonstruksi terhadap jabatannya. Disrupsi dan transformasi digital mendorong percepatan di semua proses bisnis. Termasuk di dalamnya prosedur dalam birokrasi bisnis yang banyak melibatkan notaris.
“Mau bikin akta perseroan terbatas (PT), harus ke notaris. Bikin berita acara rapat umum pemegang saham (RUPS), juga ke notaris. Perjanjian kredit di bank atau lembaga pembiayaan juga ke notaris. Proses bisnis yang butuh cepat, segera, dan bisa dilakukan di mana saja tiba-tiba menjadi sangat konvensional ketika berurusan dengan notaris. Ini yang kita dorong untuk notaris beradaptasi,” kata Ami Raditya.
Dalam penelitian disertasi yang sedang dia lakukan di Universitas Airlangga, Ami Raditya memang mendorong rekonstruksi terhadap jabatan notaris. Menurut dia, transformasi dan disrupsi digital dalam waktu dekat pasti akan berdampak langsung pada kerja kenotariatan.
Dalam UU Cipta Kerja, misalnya, seorang individu bisa mendirikan PT sebagai perseorangan. Dan itu tanpa kewajiban untuk melibatkan notaris. “Kewenangan notaris mulai dikurangi dalam UU tersebut. Ke depan, bukan tidak mungkin kewenangan-kewenangan lain akan ikut dipangkas,” kata Ami Raditya.
Pada saat yang sama, Indonesia juga didorong untuk terus memperbaiki ekosistem bisnisnya. Apalagi, peringkat Ease of Doing Business (EODB) Indonesia selalu di posisi bawah. Peringkat terakhir Indonesia pada EODB 2020 adalah posisi ke-73 di bawah negara-negara ASEAN lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam.
Perbaikan itu harus dilakukan karena banyak perusahaan besar yang hengkang dari Tanah Air. Terutama pabrik otomotif yang sebagian besar pindah ke Thailand. Juga pabrik garmen dan sepatu yang memilih hijrah ke Vietnam.
“Inilah yang saya sampaikan juga dalam rencana penelitian disertasi saya. Bahwa notaris perlu merekonstruksi jabatannya karena notaris tidak bisa tutup mata dengan kondisi iklim bisnis di Indonesia saat ini. Dan ini satu frekuensi dengan visi Pak Sandi yang meminta notaris untuk play significant role terkait hal ini,” kata Ami.