Terbukti Langgar Etik, MKMK Beri Sanksi Teguran Tertulis
JawaPos.com – Teka-teki di balik perubahan putusan Mahkamah Konstitusi 103/PUU-XX/2022 soal pencopotan hakim Aswanto akhirnya terungkap. Berdasar hasil pemeriksaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), diketahui bahwa yang mengubah putusan tersebut adalah hakim MK Guntur Hamzah.
Atas tindakan tersebut, MKMK menjatuhkan sanksi teguran kepada yang bersangkutan. ”Menjatuhkan sanksi teguran tertulis,” kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna dalam pembacaan putusan MKMK di gedung MK, Jakarta, kemarin (20/3).
Palguna menjelaskan, dalam pemeriksaan, Guntur mengakui tindakannya.
Namun, dia berdalih, perubahan dilakukan sebagai bentuk usulan. Dalam praktik yang berlangsung, usulan memang diperbolehkan sepanjang disepakati bersama.
Dari pengakuannya, lanjut Palguna, Guntur mengaku sudah meminta persetujuan ke hakim lain melalui panitera atas nama Muhidin. Namun, dalam pemeriksaan terungkap bahwa hakim lain menyatakan tidak pernah mendapati usulan tersebut. Satu-satunya hakim yang dimintai pendapat hanya Arief Hidayat. Itu pun Arief tidak memberikan pendapat karena tidak hadir dalam putusan.
Dengan dasar itu, MKMK menyimpulkan alasan Guntur tidak terbukti. ”Majelis tidak dapat mengonfirmasi kebenaran adanya usulan itu,” imbuhnya.
Palguna menegaskan, tindakan Guntur merupakan bentuk pelanggaran etik.
Hanya, kata Palguna, sanksi ringan diberikan karena ada sejumlah faktor yang meringankan Guntur. Pertama, yang bersangkutan sejak kesempatan pertama sudah mengakui tindakan itu. Kedua, praktik penyampaian usulan sebagai hal yang lazim sepanjang tidak dilakukan diam-diam.
Selama ini mekanisme penyampaian usulan perubahan tersebut belum diatur oleh MK. Dengan begitu, belum adanya standar atau mekanisme yang ajek menjadi faktor meringankan yang ketiga. ”Hal itu suka atau tidak harus diterima sebagai faktor yang turut mengurangi bobot kesalahan dari perbuatan hakim,” terang dia.
Faktor meringankan lainnya, lambatnya institusi MK dalam merespons peristiwa tersebut. Padahal, dari fakta pemeriksaan, panitera hingga sejumlah hakim sudah mengetahui beberapa hari pasca putusan. Bahkan, sempat diusulkan untuk dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) sebelum akhirnya diketahui publik pada Februari.
Sementara itu, Zico Leonardo Djagardo sebagai pelapor kecewa dengan sanksi yang ringan. Baginya, itu pelanggaran yang cukup serius. Terlebih dilakukan di hari pertama Guntur menjadi hakim MK menggantikan Aswanto. ”Enam jam setelah dilantik, hakim ini melakukan pelanggaran etik,” ujarnya.
Terhadap hal-hal yang meringankan, Zico mengakui memang benar. Termasuk soal tidak adanya SOP untuk mengakomodasi usulan perubahan. Namun, secara logika awam, mengusulkan perubahan tanpa menyampaikan ke hakim lainnya sudah termasuk pelanggaran. ”Kalau gitu, satu hakim saja memutus kalau satu hakim bisa mengubah putusan,” cetusnya. Atas dasar itu, dia berharap proses di kepolisian bisa berjalan. Sebab, putusan MKMK sudah secara tegas menyebut ada pelanggaran etik.
Sementara itu, Ketua MK Anwar Usman menghormati putusan MKMK. Pihaknya menegaskan sejak awal menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada MKMK.