Maraknya kejahatan terhadap perempuan beberapa tahun terakhir membuat Unicombat merasa harus turun tangan. Mereka ingin terlibat menangani masalah kekerasan seksual, baik fisik maupun verbal. Bukan hanya teori, melainkan langsung praktik dan simulasi.
MARIYAMA DINA, Surabaya
AWAL Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Sedunia. Itulah langkah awal Unicombat mengembangkan visi dan misinya. Yakni, bisa menjadi sarana belajar bagi mereka yang membutuhkan ilmu bela diri.
”Semakin ke sini, kasus baru yang menimpa perempuan semakin banyak. Jadi, kami coba bikin seminar soal bela diri khusus untuk perempuan. Dan, ini jadi kegiatan kami yang pertama,” jelas Rendy Tumewa, owner dan pelatih Unicombat.
Kegiatan yang kali pertama diadakan pada bulan ini pun disambut positif oleh para perempuan. Total, ada 33 peserta.
Di dalam seminar tersebut, Rendy menerangkan bahwa pihaknya tidak hanya mengajarkan teknik, tetapi juga tip dan strategi. ”Selama ini kami selalu bikin seminarnya untuk umum. Jadi, perempuan dan laki-laki itu gabung. Kali ini kami coba fokus kepada para perempuan saja. Dan, memang ada hal-hal yang berbeda,” terangnya.
Salah satu hal yang membedakan adalah situasi yang dialami. ”Jadi, seminar kami memang langsung praktik dan langsung simulasi keadaan riilnya seperti apa. Bukan seperti seminar yang hanya duduk dan dengerin teori. Sebab, kebutuhannya berbeda,” ungkapnya.
Simulasi yang diajarkan, antara lain, menghadapi pelecehan seksual hingga pemerkosaan. Rendy menyatakan bahwa itulah salah satu yang paling utama untuk diajarkan. Bagaimana strategi untuk menangani keadaan tersebut hingga tipnya.
Pelecehan juga bukan melulu soal fisik, tetapi kadang kala juga verbal. Dari sana, tip dan cara mengatasinya juga diajarkan klub yang didirikan Rendy sejak 2010 tersebut. ”Karena kami memang spesifik ke kegiatan sehari-hari itu, ancaman yang sering dihadapi itu seperti apa. Baik itu yang terjadi di tempat umum maupun di rumah sendiri,” katanya.
Para peserta juga menceritakan kejadian yang dialami mereka. Rendy mengungkapkan bahwa 8 di antara 33 perempuan yang hadir saat itu pernah berada dalam keadaan yang tidak diinginkan. ”Dan, itu terjadi pada mereka di tempat-tempat umum. Kayak di kantor, kereta, bahkan di lift,” ceritanya.
Dari situ terbukti bahwa keadaan di sekeliling memang belum tentu aman. ”Dan, kejadian kayak gini tidak hanya ada di berita. Tapi, beneran ada di circle-circle terdekat kita,” ujarnya.
Itulah yang membuat Rendy ingin klubnya bisa menjadi salah satu wadah untuk mereka belajar bela diri. ”Terlebih di kota-kota besar. Mungkin fokus kaum urban saat ini banyak di penampilan dan kecantikan. Hanya sedikit yang mungkin berpikir bahwa bela diri ini juga penting untuk dipelajari,” paparnya.
Rendy pun menekankan bahwa bela diri yang bersifat survival ini sama pentingnya seperti mereka yang ingin menjaga tubuh tetap bagus dan sehat lewat olahraga di gym ataupun tempat fitnes. ”Kalau ada yang bilang, misalnya aku punya temen kok yang bisa diandalkan. Atau, aku punya suami yang juga jago bela diri. Tapi, mereka kan nggak bisa di samping kita 24 jam,” tegas Rendy.
Sebab, dari hal-hal yang sudah terjadi dia makin paham bahwa kejahatan itu juga bisa datang dari mana saja.