Rutin senam aerobik dan fitnes di usia muda, yoga di usia senior. Berawal ketika pada 2005 Istichara Asngari mengalami sakit tulang belakang dan diminta operasi. Namun, dia memilih untuk tidak menjalaninya lantaran takut. Dia lantas menemukan yoga.
—
KINI, tiap Sabtu pagi, Istichara Asngari, 74, sudah siap di posisi paling depan untuk memandu yoga. Sebagaimana pagi itu (25/2), sekitar 30 warga senior mengikuti agenda rutin yoga yang diadakan Prolanis BPJS di Balai RW 6 Manyar Indah. Dengan telaten, dia mengarahkan dan membetulkan gerakan peserta yang kurang tepat.
”Gerakannya gampang saja, yang penting sendinya lentur. Murid saya rata-rata usia 70-an. Kalau diajak yoga berat, sakit semua nanti. Yang ini yoga terapi. Gerakannya disesuaikan dengan usia peserta,” tutur Tika, sapaan akrabnya, setelah melatih.
Setelah sesi latihan itu, Tika harus berpindah lokasi untuk mengajar di tempat lain. Tak jarang, orang mendatanginya langsung ke rumah atau dia yang diundang ke puskesmas dan sekolah. Meski sudah melatih yoga hampir sepuluh tahun, Tika tidak ingin dipanggil instruktur. Sebab, dia menjalaninya sebagai hobi.
”Saya tidak ngajar sebenarnya, tujuan saya untuk diri saya sendiri. Supaya bisa, nyaman, dan gerakannya benar karena kalau salah tambah sakit,” ungkapnya. Tapi, Tika kemudian diminta melatih. ”Kalau punya pengetahuan apa salahnya berbagi, ilmu kan harus diamalkan,” imbuhnya.
Nenek dua cucu itu mengenal yoga sejak 2005. Ketika itu, dia menderita sakit tulang belakang dan diminta operasi. Namun, Tika memilih tidak operasi lantaran takut. Kali pertama menjajal yoga, dia merasa olahraga itu nyaman untuk tulang belakangnya. Tika pun mulai menekuni yoga. Setiap ada kursus, dia tidak pernah absen. Sayang, di Indonesia biayanya masih sangat mahal.
”Saya kan juga suka traveling. Terus suami bilang, kalau senang yoga kenapa tidak ke India. Melanglang buanalah saya ke India,” bebernya. Sampai di sana, Tika ikut kursus yoga di Hyderabad. ”Khusus yoga tok, salah satu yang ngajar orang umur 90–91 tahun,” ceritanya. Tika belajar selama dua puluh hari sampai mendapatkan sertifikat.
Menurut dia, apa pun bisa dilakukan jika sehat. Dulu, di usia 40–50 tahun, Tika masih sanggup berolahraga berat seperti angkat beban, squat, dan push-up. Mulai menginjak usia 60-an, fokusnya beralih ke yoga. ”Sebetulnya yoga itu hanya penyatuan pikiran, perasaan, dan badan. Rasakan. Buang napas. Kalau bisa yoga, fitnes model apa saja pasti bisa,” ujarnya.
Tika bahkan baru saja dari Gunung Merapi naik jip bersama rombongan lansia. Di saat yang lain mengeluh sakit badan karena medan yang dilewati bergelombang, tidak dengan dirinya.
Hidup sehat dengan rutin berolahraga memang tertanam di benaknya sejak muda. Dari keluargalah motivasi untuk terus bergerak itu muncul. Bagi Tika, hidup sehat sama dengan menghormati karunia-Nya.
Dia pun ingin memotivasi orang lain untuk berumur panjang dan sehat. ”Bisa punya cicit itu cita-cita saya. Berpikirlah untuk hidup harus sampai tua. Mati itu pasti, tapi hidup sehat itu pilihan,” tegasnya.
Tak hanya Tika, sang kakak pun demikian. Parikesit menjadi murid tertua Tika pagi itu. Meski baru menekuni yoga, perempuan 84 tahun tersebut tak kalah lincah dengan peserta lainnya yang lebih muda. Hanya, tangannya baru menjalani operasi sehingga kurang kuat.
”Gabung yoga baru pas sudah tua ini. Kalau jinjit-jinjit, jalan kaki keliling kompleks, itu sudah rutin hampir 45 tahun,” ujarnya.