JawaPos.com – Gedung pencakar langit terlihat kontras di dalam kawasan TPU Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Gedung tinggi yang mengelilingi kawasan TPU ini bertolak belakang dengan manusia-manusia yang justru di terbenam di tanah di pemakaman yang ramai dikunjungi menuju Ramadan.
Orang-orang berlalu-lalang tanpa henti di gerbang masuk menuju TPU Karet Bivak. Ada yang menggunakan mobil, motor, bahkan berjalan kaki. Ada yang datang berkunjung satu keluarga, hanya suami-istri, ataupun bahkan sendiri.
Tak seperti di film-film, beragam warna baju hilir mudik di TPU ini, tak hanya serba hitam yang katanya warna khas saat hendak ke pemakaman. Ada yang mengenakan pakaian kasual hingga sarungan dengan pakaian peci di kepala.
Makam-makam yang selalu santer angker, kini ramai seolah hidup kembali. Bunga-bunga kenanga, lily, mawar merah, mawar putih, dan melati bertaburan di atas seonggok tanah. Petak-petak tanah di TPU Karet Bivak terlihat bersih. Doa-doa berpilin ke langit. Bacaan alquran tiap peziarah terdengar samar, mulut komat-kamit tak berhenti berdoa untuk yang dicintai.
Di tengah semua kesibukan itu, Roby, 33, terlihat seorang diri di depan batu nisan. Ia terlihat duduk sambil beberapa kali merapalkan doa. Tak lama, ia kemudian mengeluarkan bunga mawar merah dan putih. Ditaburkannya sendiri di atas tanah yang mengubur tulang punggung keluarganya dulu, ayahnya yang bernama Ekanto.
Roby juga kemudian terlihat menyiram makam ayahnya sebelum akhirnya duduk kembali berhadapan dengan nisan yang menuliskan nama seseorang yang dulu justru juga melekatkan nama Roby pada dirinya. Pandangannya lurus ke arah nisan. Mungkin ia tengah kembali bercakap di pikirannya sendiri atau entah apa.
“Ini saya ziarah almarhum bapak saya. meninggal tahun 2014. Bapak dulu punya riwayat jantung, udah lama,” katanya saat ditemui JawaPos.com di TPU Bivak, Sabtu (18/3).
Sudah hampir delapan tahun sejak kepergian ayahnya, Roby mengaku tiap tahun terus berziarah ke makam ayahnya. Waktunya tentu sama dengan kebanyakan orang, beberapa minggu sebelum Ramadan.
Mestinya, kunjungan Roby ke makam ayahnya yang ternyata merupakan seorang polisi ini disertai dengan keluarganya. Namun, ibunya kini sudah kembali ke Ternate sejak ayahnya meninggal dunia.
“Ibu saya ada di Ternate. Sebenarnya tadinya janjian sama saudara dari bapak saya, tapi nunggu tanggal merah. Saya gak bisa nunggu karena saya ada kerjaan lain. Jadi saya duluan,” jelasnya.
Ayahnya sendiri berasal dari Jawa. Semasa hidupnya, ia mengenang ayahnya sebagai polisi yang tegas menjaga pelabuhan di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kecintaannya pada pekerjaan, kata Roby, membuat detik-detik terakhir ayahnya di dunia adalah saat akan berangkat dinas.
“Waktu itu meninggal pas akan kerja. Ya karena jantung itu. Jadi sebelum sampai di rumah sakit udah gak terselamatkan,” pungkasnya.