JawaPos.com – Pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens sampai saat ini masih disandera oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua. Kondisi ini dikhwatirkan bisa menimbulkan simpati berlebih dari sang pilot kepada para penyanderanya.
“Saya tidak heran. Itu ada teorinya bernama Oslo Syndrom yang dikembangkan antara lain oleh Kenneth Levin yang menyebutkan kalau seseorang disandera, lama kelamaan akan mencintai atau bersimpati kepada yang menyanderanya. Itu bisa saja terjadi,” kata Pemerhati Isu-isu Strategis dan Global Imron Cotan dalam Webinar Moya Institute bertajuk ‘Penyanderaan Pilot Susi Air: Tindakan Terorisme?’ pada Sabtu (18/3).
Faktor itulah yang dilihat Panglima TNI sehingga membuat upaya untuk membebaskan bisa menjadi lebih rumit dan sulit. Apalagi jika pilot sudah berenpati terhadap ideologi yang dianut KKB.
“Ini jadi sulit karena dia sendiri tidak mau direscue. Jadi, kalaupun itu terjadi, saya berharap dalam waktu dekat bisa berubah. Karena jika dia bersimpati kepada gerakan separatisme, maka sesuai Pasal 13 A UU No.Tahun 2018, dia sudah terlibat dalam separatisme,” jelasnya.
Di sisi lain, Imron mengatakan, tuntutan para penyandera Pilot Susi Air yang ingin menukar kebebasan sanderanya dengan kemerdekaan Papua, adalah tuntutan di luar nalar. Bila tuntutan semacam ini dipenuhi, maka akan muncul banyak negara merdeka baru sebagai buah dari tindak penyanderaan.
“Tidak mungkin pemerintah Indonesia, sebagai negara besar dan berdaulat menuruti tuntutan semacam itu,” ujar Imron.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyebutkan, banyak upaya pemerintah untuk memperpendek jarak pemerintahan antara Jakarta dan Papua. Upaya Presiden Jokowi membangun Papua Youth Creative Hub (PYCH) di Jayapura, untuk memajukan generasi muda Papua adalah contoh dari upaya tersebut.
“Presiden Jokowi, menurut saya adalah Presiden yang paling banyak berkunjung ke Papua, dan sambutan masyarakat Papua sangat semarak. Karena apapun itu, masyarakat Papua memang rindu akan kehadiran negara,” ujar Fahri.
Sebelumnya, Susi Air membenarkan salah satu unit pesawatnya yang ditemukan terbakar di Papua. Maskapai menduga kuat jika pesawat sengaja dibakar oleh pihak tertentu.
Representatives Susi Air, Donal Fariz mengatakan, pesawat Susi Air Pilatus Porter PC 6/PK-BVY dilaporkan hilang kontak di Bandara Paro pada Selasa (7/2) sekitar pukul 06.17 WIT. Pesawat seharusnya melaksanakan penerbangan dengan rute Timika – Paro – Timika.
Pesawat tersebut membawa 5 penumpang dan barang bawaan dengan total muatan 452 kilogram. Dua jam kemudian Susi Air mendapati ELT pesawat dalam posisi aktif pukul 09.12 WIT.
“Perusahaan kemudian menjalankan kondisi emergency di internal perusahaan dengan mengirimkan pesawat lain mengecek posisi Pesawat dan kemudian ditemukan dalam kondisi terbakar di runway,” kata Donal.
Donal menuturkan, maskapai menduga terbakarnya pesawat bukan karena gangguan teknis. Pasalnya, pesawat mendarat dan parkir dengan aman di lintasan.