Siti Nur Azizah: Abah Selalu Dukung Apa pun Pilihan Saya
Pilihan Siti Nur Azizah mendalami bidang bisnis halal tak lepas dari peran sang ayah yang pernah memimpin Majelis Ulama Indonesia. Indonesia dinilai punya potensi besar dalam industri halal.
RETNO DYAH AGUSTINA, Surabaya
—
LUAS sekali dunia yang pernah dijajal Siti Nur Azizah. Putri Wakil Presiden Ma’ruf Amin itu pernah menjadi pegawai kementerian. Tiga tahun lalu, dia juga pernah berpartisipasi di pilkada Kota Tangerang Selatan.
Tapi, dunia pendidikanlah yang dia geluti sejak 2005 yang akhirnya mengantarkannya ke titik kehormatan tertinggi: menjadi profesor. Kemarin (16/3) perempuan kelahiran Jakarta itu dikukuhkan sebagai guru besar pertama Universitas Negeri Surabaya (Unesa) di bidang hukum bisnis halal. Pengukuhannya disaksikan langsung oleh sang ayah.
Gelar profesor yang diraih Azizah juga menjadi persembahan bagi ayahanda yang baru saja merayakan ulang tahun ke-80 pada 11 Maret lalu. ”Persembahan juga untuk almarhumah Ibu Siti Churiyyah dan untuk Ibu Wury Estu yang juga merayakan ulang tahun pada 6 Maret lalu,” tuturnya.
Azizah tak akan pernah melupakan peran orang tuanya yang sabar dalam membimbing dan mendidik. ”Saya kalau memanggil Abah ya. Beliau selalu mendukung saya hingga mencapai titik ini,” ucapnya penuh haru.
Abah, lanjut dia, juga selalu menghormati keputusannya dalam memilih jalan hidup. Bidang bisnis halal juga tak lepas dari peran ayah yang pernah memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI), lembaga yang berwenang menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal.
Azizah pun akhirnya terdorong memperdalam bisnis halal. Kebetulan, sang ayah juga sangat mendukung. ”Sebelumnya juga saya menelurkan buku Towards Halal: Dinamika Regulasi Produk Halal di Indonesia tahun lalu,” ucapnya.
Lewat penelitiannya menuju gelar profesor, Azizah ingin mendorong Indonesia mengembangkan industri halal. ”Halal bukan hanya sebuah cara ibadah, tapi sudah jadi gaya hidup,” tuturnya saat ditemui seusai pengukuhannya di Gedung Graha Unesa kemarin.
Namun, mewujudkan produk halal memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Produk halal tak lahir hanya dari bahan-bahan yang bersih dari unsur haram.
Di balik itu, ada pula cara pengembangan bisnis, cara produksi, hingga cara pemasaran yang juga bersinggungan dengan status halal. Berkembangnya pasar digital juga ikut menambah kompleksitas industri halal.
”Dari produk juga kita tidak cuma bicara makanan, minuman, obat. Tapi lebih besar dari itu,” ucap istri Muhammad Rapsel Ali tersebut.
Industri halal bisa mencakup banyak bentuk. Di antaranya, pariwisata, media rekreasi, seni budaya, dan fashion. Secara bisnis, Azizah mengatakan bahwa pasar halal dunia sudah bernilai USD 3 triliun tahun ini.
”Prediksinya, pada 2030, nilainya meningkat jadi USD 3,8 triliun,” jelasnya.
Sayangnya, Indonesia hanya berpartisipasi 13 persen dalam bidang makanan dan minuman serta 19 persen di bidang fashion. Padahal, potensi sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia sangat besar.
Lewat penelitian bertajuk ”Jaminan Produk Halal Melalui Audit Mutu Hukum Menuju Era Industri Halal”, Azizah menyadari berserakannya jaminan kehalalan produk. ”Semua orang mengurus halal, tapi belum jadi satu kesatuan. Belum jadi satu chain yang kuat,” tegas perempuan kelahiran 1972 itu.
Apalagi, sistem pengajuan label halal masih sebatas diterima atau ditolak. Dia memandang bahwa pengajuan dari pengusaha seharusnya didampingi agar bisa berjalan efisien. ”Bukan mengulang dari awal setelah ditolak,” tuturnya.
Dalam menggarap penelitian tersebut, referensi menjadi tantangan terbesar. Apalagi, temuan lapangan menunjukkan banyak pekerjaan rumah besar bagi Indonesia jika ingin menjadi leader industri halal di dunia pada 2025. ”Padahal, itu salah satu milestone yang ingin dicapai. Berat sekali lho,” tuturnya.
Dia juga memandang kesadaran halal di masyarakat belum begitu tinggi. ”Banyak yang memandang halal itu hanya kewajiban agama. Padahal, manfaatnya sangat besar,” jelasnya.
Tak hanya bagi umat Islam, tetapi juga masyarakat secara umum. Bagaimana mewujudkannya? Perempuan kelahiran Jakarta itu mendorong dibentuknya omnibus law di bidang industri halal. Kesimpulan penelitiannya itu berangkat dari rumitnya seluk-beluk industri halal.
Isi omnibus law yang diidamkan Azizah berisi peraturan di bidang perindustrian, perdagangan, perlindungan konsumen, penanaman modal, pengaturan pangan, dan pengaturan pertanian. Juga jaminan produk halal yang mengatur bisnis halal dari pembangunan industri halal hingga pasar halal.
Sebelum akhirnya menetap di Unesa, Azizah mengawali perannya sebagai dosen di STAI Shalahuddin Al Ayyubi Jakarta Utara. Dia mengenyam pendidikan S-1 ilmu hukum di Universitas Islam Malang pada 1995.
Adapun S-2 ilmu hukum ditempuhnya di Universitas Jayabaya pada 2005 dan S-3 ilmu hukum di Universitas Krisnadwipayana pada 2017. ”Kemudian 2019 itu pindah home base ke Unesa, akhirnya sampai sekarang,” ucapnya, lantas tersenyum.
Tak hanya sebagai pengajar dan peneliti, Azizah kini menjalani peran barunya sebagai wakil rektor bidang perencanaan, pengembangan, kerja sama, dan teknologi informasi dan komunikasi Unesa. Dia baru saja dinobatkan bulan lalu. Peran tersebut bakal dijalaninya hingga 2027.
Rektor Unesa Nurhasan menyebutkan, karya ilmiah Azizah menjadi aset penting dalam pengembangan kampus yang dipimpinnya. ”Ini pengembangan yang bagus dan penting bagi kami. Harapannya, sumber daya manusia kita juga ikut berkembang dengan dikukuhkannya Bu Azizah,” katanya.