JawaPos.com – Pakar hukum Erna Ratnaningsih meminta pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) tidak dipolitisasi. Butuh pelibatan berbagai sektor untuk membuat RUU ini ideal.
“Saya rasa, penundaan RUU PPRT yang dilakukan secara kelembagaan oleh DPR punya alasan yang kuat, dan jangan sampai hal ini kemudian dipolitisasi dan berdampak pada perpecahan bangsa,” kata Ratna kepada wartawan, Jumat (17/3).
Pembahasan RUU ini harus melibatkan partisipasi masyarakat, baik akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh masyarakat, pemberi kerja maupun para PRT itu sendiri.
Mantan Ketua Direktur LBHI itu mengatakan, perlindungan hukum dalam RUU PPRT tidak hanya menjamin kepastian hukum bagi PRT, namun juga bagi pemberi kerja dan penyalur. Untuk itu, partisipasi seluruh pihak yang terkait diharapkan dapat melahirkan satu Undang–Undang yang mumpuni untuk mengayomi dan memberikan perlindungan bagi PRT dalam kerangka pencapaian keadilan dan kesejahteraan sebagaimana janji negara.
Menurut Ratna, Indonesia sangat menjunjung tinggi dan memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, Indonesia perlu memiliki perhatian yang sama akan perlindungan hukum, keadilan dan jaminan pemenuhan hak warga negara dalam bidang ketenagakerjaan.
Eksistensi UU Ketenagakerjaan saat ini sebagai payung hukum dalam bidang ketenagakerjaan tidak menyentuh PRT yang tergolong sektor informal. Hal ini menyebabkan PRT tak mendapat perlindungan hukum, keadilan dan kesejahteraan.
“Ketiga hal mendasar inilah yang coba dibangun dalam konteks pekerja rumah tangga, melalui kelahiran UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT),” jelasnya.
Perjalanan Panjang RUU PPRT menunjukan alotnya perdebatan pandangan berbagai fraksi yang melingkupi sektor pekerja informal ini. Di setiap 4 periode DPR sejak tahun 2004, UU PPRT selalu menjadi salah satu RUU Prolegnas, namun gagal dalam proses pembahasannya karena belum ditemukan formulasi yang tepat untuk meminimalkan dampak negatif, karena PRT merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki tingkat populasi tinggi di Indonesia.
Ratna menegaskan, saat ini adalah momen yang tepat untuk bersama-sama memberikan masukan bagi penyempurnaan draft RUU PPRT. “Saat ini kita bisa melihat adanya keseriusan DPR secara kelembagaan untuk menyusun RUU PPRT,” ucapnya.
RUU PRT adalah regulasi yang dapat melindungi pekerja di sektor rumah tangga. Mengingat, warga yang bekerja menjadi PRT jumlahnha cukup tinggi.
“Kita tentu tahu bahwa pengakuan dan perlindungan pekerja di sektor rumah tangga melalui kelahiran undang-undang akan berimplikasi pada perlakuan negara lain terhadap pekerja migran Indonesia yang jumlahnya tidak sedikit tersebar di berbagai negara di dunia,” jelasnya.
Di sisi lain, tak dapat dipungkiri bahwa terdapat perbedaan pandangan antar fraksi di DPR RI dalam pembahasan pengesahan draft RUU ini.
“Menurut hemat saya tentu dimaksudkan untuk melahirkan satu regulasi yang benar-benar dapat dipergunakan untuk melindungi pekerja, dengan mengedepankan distribusi keadilan yang seimbang, baik antara pekerja, pemberi kerja melalui keagenan serta pemberi kerja langsung misalnya perekrutan langsung pekerja oleh satu keluarga,” pungkasnya.