JawaPos.com – Ketua Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, menilai upaya yang dilakukan pemerintah, terkait dengan perunbahan iklim selama ini sudah baik dan mengesankan. Hanya saja menurutnya masih ada aturan-aturan yang terkesan sporadis dan kurang komprehensif.
“Dalam level perundang-undangan, termasuk peraturan Pemerintah dan/atau Pemda perlu dilakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih pengaturannya,” kata Saleh, dalam keterangan tertulisnya kepada JawaPos.com, Kamis (16/3).
Menurut Saleh, Indonesia juga menjadi negara yang berada pada posisi sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Beberapa dampak signifikan perubahan iklim antara lain meningkatnya bencana alam, turunnya produksi pangan, terganggunya ketersediaan air, tersebarnya hama dan penyakit tanaman serta penyakit manusia, naiknya permukaan laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan ancaman punahnya keanekaragaman hayati.
Saleh juga menuturkan, Fraksi PAN tidak mengingkari bahwa selama ini Pemerintah telah berkomitmen dalam mengurangi dampak dari perubahan iklim. Tercatat pada tahun 1994, Indonesia telah terlibat aktif di tingkat internasional sebagai salah satu negara peratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Protocol Kyoto.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim).
Melalui upaya menurunkan emisi CO2, menurut Saleh, Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nation Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perubahan iklim).
“Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan beberapa aturan terkait dengan perubahan iklim walaupun belum secara khusus dalam bentuk Undang Undang Tentang Perubahan Iklim,” jelasnya.
Terbukti dalam UU No. 31 Tahun 2009 tentang tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika disebutkan bahwa pemerintah wajib melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Serta dalam beberapa peraturan perundang-undangan lainnya.
Meski sudah melakukan banyak hal, namun menurut Saleh, aturan-aturan yang ada masih terkesan sporadis, masih tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan, dan kurang komprehensif.
Di samping itu, lanjut Saleh, implementasi dari kesepakatan di tingkat internasional juga terlihat belum mampu diterjemahkan ke dalam konteks nasional. Padahal ini perlu untuk dapat mendukung pembangunan berkelanjutan dan mengarusutamakan prinsip rendah emisi dan resilien terhadap perubahan iklim.
“Sementara itu perlu diyakini bahwa efektifitas pengelolaan perubahan iklim juga sangat bergantung pada kebijakan dan implementasinya di semua tingkat, baik internasional, regional, nasional, dan sub nasional,” papar Saleh.
Karena itu, kata Saleh, Fraksi PAN mengusulkan perlunya Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Perubahan Iklim sebagai payung hukum yang mengatur lebih konprehensif, terarah, dan sistematis terkait regulasi Perubahan Iklim.
Salah satu rumusan penting yang ditawarkan dalam RUU tersebut, ialah bahwa konsep perencanaan, pengelolaan, pembinaan dan pengawasan pengelolaan perubahan iklim akan dilaksanakan secara terpadu, yakni dilakukan dalam koordinasi suatu badan independen yang langsung berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden
Selain itu, diharapkan juga adanya sinergi dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan perubahan iklim. Dengan demikian, kebijakan perubahan iklim tidak hanya di kota besar, akan tetapi dapat ke wilayah pedalaman dan pulau-pulau kecil.