JawaPos.com – Neraca perdagangan Indonesia diproyeksi masih surplus. Hanya saja, nilainya diproyeksi menyusut seiring dengan melemahnya harga komoditas.
“Kami memperkirakan surplus perdagangan Indonesia akan menyempit menjadi USD 3,20 miliar pada Februari 23 dari USD 3,87 miliar di bulan sebelumnya. BPS akan mengumumkan data perdagangan pada 15 Maret 2023,” kata Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman kepada Jawa Pos, Senin (13/3) kemarin.
Menurut dia, pertumbuhan impor tahunan masih menguat karena persiapan Ramadan. Jumlahnya meningkat menjadi 8,11 persen year-on-year (YoY) dari 1,27 persen di bulan sebelumnya. Sedangkan kinerja ekspor akan menurun menjadi 3,51 persen YoY dari 16,37 persen YoY pada Januari 2023. Meski demikian, Purchasing Managers’ Index (PMI) tetap berada di level ekspansif.
“Sebagian besar dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas dan berkurangnya efek dasar rendah dari larangan ekspor batubara,” imbuhnya.
Faisal memandang, neraca transaksi berjalan 2023 akan berubah menjadi defisit yang dapat dikelola sekitar minus 1,10 persen dari produk domestik bruto (PDB). Mengingat, pada tahun sebelumnya neraca transaksi berjalan mencatatkan surplus 1 persen dari PDB. Sejalan dengan pertumbuhan ekspor rentan melambat akibat penurunan harga komoditas. Didorong oleh permintaan global yang lesu di tengah tingginya inflasi dan berlanjutnya kenaikan suku bunga kebijakan.
Surplus perdagangan diproyeksikan menyusut namun bisa bertahan lebih lama dari yang diantisipasi. Karena penurunan harga komoditas akan lebih bertahap berkat pembukaan kembali ekonomi Tiongkok. Pertumbuhan impor bisa lebih kuat karena permintaan domestik cenderung terus menguat. Menyusul pencabutan PPKM pada akhir 2022 dan keputusan untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional.
“Namun, pertumbuhan impor terlihat melemah dari pertumbuhan tahun lalu karena harga minyak yang lebih rendah,” pungkasnya.
Di sisi lain, pemerintah terus menggenjot investasi dan perdagangan melalui Indonesian Invesment Forum in Dubai (IIFD) 2023. Menawarkan sejumlah investment project opportunities (IPRO), modest fashion show, dan pameran produk UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah). Termasuk UMKM binaan Bank Indonesia (BI).
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, pentingnya investor mancanegara untuk menanamkan modalnya di tanah air. Indonesia memiliki kinerja ekonomi terbaik pasca pandemi Covid-19. Fundamental ekonomi tergolong kuat dengan akselerasi digitalisasi yang optimal.
Kemudian, kebijakan ekonomi nasional yang solid. Sebagai leading economic reform, kata Perry, Indonesia memiliki koordinasi yang baik antara fiskal dan moneter. Sehingga, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) relatif optimal sebagai shock absorber yang mendera ekonomi. Hal ini akan mempermudah investasi dan perdagangan.
“Lebih lanjut, terdapat transformasi strukural sekor riil yang terus didorong pemerintah untuk pengembangan hilirisasi pertambangan dan agrikultur, ekonomi hijau dan inklusif,” ungkapnya.
Selain itu, dia memastikan mendukung investasi dengan kebijakan bank sentral. Terdapat bauran kebijakan yang pro stabilitas dan pro pertumbuhan untuk mendukung iklim investasi yang baik. Seperti, insentif perbankan untuk pembiayaan sektor prioritas, pengembangan dan digitalisasi UMKM, sistem pembayaran yang mudah dengan integrasi, interopabilitas, serta interkoneksi.
“Ke depan transaksi pembayaran antarnegara akan semakin mudah baik melalui cross border payment, local currency transaction dan Rupiah Digital. Bukan hanya dua pemimpin negara (Indonesia dan UAE) yang berelasi dekat, tapi dua negara ini memiliki kepentingan yang sama untuk saling memperkuat ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat,” tandas Perry.