Tantangan Indonesia sebagai negara demokrasi dihadapkan dengan problematika yang kompleks. Sejak munculnya politik identitas yang berorientasi terhadap fanatisme Keagamaan menjelang pemilu, menjadi salah satu indikator kemunduran demokrasi Indonesia. Misalnya Pemilu Legislatif serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019, masing-masing pendukung saling menghujat dengan sebutan “cebong” dan “kampret”. Hal ini menunjukkan proses dalam berdemokrasi kita masih belum dewasa.
Berkaca pada data yang dirilis oleh Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia mendapatkan skor 6,71 pada Indeks Demokrasi 2022, dengan range index 0-10. Standar pengukuran yang ditetapkan oleh EIU mencakup lima kategori, yakni proses pemilu dan pluralisme, kebebasan sipil, fungsi pemerintahan, partisipasi politik, dan budaya politik.
Meskipun demikian, skor tersebut masih stagnan/tidak adanya perubahan yang signifikan dengan Indeks Demokrasi 2021. Namun, demokrasi Indonesia tergolong sebagai demokrasi cacat, dalam hal ini dimaksudkan karena peringkat Indonesia pada tingkat global mengalami penurunan yang semula 52 menjadi 54 dari total 167 negara, di bawah Kolombia dan Filipina. Indonesia terpaut jauh dengan peringkat pertama, Norwegia yang mendapatkan skor hampir sempurna, yakni 9,81 dan diikuti dengan peringkat kedua, Selandia Baru dengan skor 9,61, dan ketiga, Islandia dengan skor 9,52.
Beberapa tokoh nasional, padahal selalu mengingatkan dan mewaspadai adanya politik identitas yang menyebabkan disintegrasi bangsa. Misalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang tahunan MPR RI, sidang bersama DPR dan DPD dalam rangka HUT ke-77 RI di gedung Nusantara, Senayan, Jakarta pada Selasa, 16 Agustus 2022 mengingatkan bahwa bangsa kita Indonesia jangan sampai terjadi adanya polarisasi sosial. Presiden Joko Widodo juga mengharapkan adanya konsolidasi nasional dan membangun demokrasi yang sehat, kompetitif yang konstruktif, politik gagasan.
Lantas bagaimana tantangan pemilih pemula berpartisipasi dalam perhelatan demokrasi pada Pemilu 2024 yang dilaksanakan secara serentak? Bagaimana pemilih pemula juga menjaga muruah integritas dalam proses demokrasi yang mana mengacu pada kelahiran bangsa Indonesia pada tahun 1945, lebih dari umur 3/4 abad ini?
Edukasi dan Partisipasi Pemilih Pemula
Koordinator Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat Komisi Pemilihan Umum (KPU), August Mellaz pada Jumat, 10 Februari 2023 dalam diskusi bertajuk “Pentingnya Pemilih Pemula dan Pemilih Muda Mengenal Bentuk dan Jenis Pelanggaran Pemilu” mengatakan bahwa 2024 adalah momentum yang tepat dalam menentukan arah masa depan Indonesia. Mengapa demikian? Tepat pada tahun 2024 pemilih dengan usia 17 sampai dengan 40-an, kurang lebih 53-54% total jumlah 107-108 juta pemilih dari total jumlah pemilih berjumlah sekitar 204 juta penduduk potensial pemilih pada Pemilu 2024 berdasarkan data kependudukan per semester I tahun 2022 yang telah diverifikasi oleh Kementerian Dalam Negeri.
Di era yang serba digital, terutama pemilih pemula harus melek terhadap demokrasi pada perhelatan Pemilu 2024. Dalam hal ini, tentunya para pemilih pemula baik pemuda maupun mahasiswa harus mengetahui lebih jauh mengenai tata cara pelaksanaan hingga mengenal calon tokoh politiknya yang akan berpartisipasi dalam perhelatan Pemilu 2024. Seminim-minimnya informasi, bahwa pemilih pemula yang sudah mencapai umur 17 harus mengecek apakah sudah terdaftar sebagai pemilih pemilu serta tahapan dan jadwal pemilu yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024.
Oleh karenanya, perlu adanya peran serta dari KPU menyosialisasikan maupun inisiatif dari masyarakat, terutama pemilih muda untuk menggali informasi tentang jadwal dan tahapan Pemilu 2024. Salah satunya, yakni penyusunan daftar pemilih yang diselenggarakan pada 14 Oktober 2022-21 Juni 2023, dan masa kampanye pemilu pada 28 November 2023-10 Februari 2024. Sebelum masa kampanye diselenggarakan, seminimnya pemilih pemula harus mengetahui rekam jejak pengabdian terhadap masyarakat sebelum menjadi peserta Pemilu 2024.
Berkaca pada penyelenggaraan Pemilu 2024 secara nasional bahwa partisipasi pemilih melampaui target 75%, yakni 81,97 persen untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini tentu menjadi angin segar untuk meningkatkan partisipasi terutama pemilih dengan rentang umur 17-40 kurang lebih 53-54%. Kunci dalam meningkatkan partisipasi pemilih adalah dengan menerapkan kolaborasi, edukasi, dan informatif.
Integritas dalam Berdemokrasi pada Pemilu 2024
Meminjam istilah demokrasi menurut Abraham Lincoln, yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam menjalankan sebuah negara yang demokratis, maka perlu adanya sistem pemerintahan rakyat yang dipimpin secara demokratis. Salah satunya, yaitu memilih figur/peserta pemilu adalah mampu menerjemahkan aspirasi rakyat. Pemilih pemula juga perlu cerdas dalam memilih peserta pemilu yang layak menjalankan sebuah pemerintahan. Oleh karena itulah, diperlukan sebuah integritas sebagai partisipasi pemilih menghadapi Pemilu 2024.
Meminjam pandangan Pemilu menurut Santoso (2006), untuk menjamin pemilu yang free and fair adalah memberikan kepastian perlindungan, baik setiap yang mengikuti Pemilu (pemilih, peserta maupun penyelenggara) dari ketakutan, intimidasi, penyuapan, dan berbagai praktik curang lainnya, yang mempengaruhi kemurnian hasil pemilu. Hal ini diantisipasi dengan adanya pergerakan Pemilu dengan cara-cara negatif, seperti halnya curang/malapraktik.
Pada konteks penyelenggaraan pemilu yang disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie (2003) menyebutkan bahwa modernisasi menyebabkan keguncangan nilai dan norma yang kuat. Hal ini ditandai dengan adanya krisis moral dan etika kehidupan berbangsa dalam aspek politik. Dengan begitu, jangan sampai terjadi dan berlarut-larut atas penyimpangan etika privat dan politik dalam bernegara dan kekacauan norma terjadi, terutama dalam momentum demokrasi 2024. Sebab, Pemilu 2024 adalah pertaruhan politik demokrasi yang harus dilaksanakan secara elegan untuk menentukan arah dan tujuan bangsa ke depannya.
Integritas berdemokrasi harus dimiliki oleh partisipan pemilih, peserta dan penyelenggara pemilu. Misalnya, yakni terdapat fakta integritas dalam Pemilu 2024, mengutip dari laman Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, tujuan pakta integritas Pemilu 2024, yaitu mewujudkan Pemilu 2024 yang netral, objektif, dan akuntabel serta membangun sinergisitas, meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan pembinaan, pengawasan, serta penanganan untuk mewujudkan kepastian hukum terhadap pelanggaran asas netralitas pegawai.
*Penulis adalah Anggota Divisi Teknis PPK Matraman, Jakarta Timur yang saat ini sedang menempuh Magister Ilmu Hukum UKI