Fayakun

 

Demi malam apabila menguarkan bau tanah basah

telah kami diangkan air mata, lintuh dalam dada

ke dalam wajan belanga

 

telah kami taburkan segala yang dapat ditaburkan

kata-kata yang tak terbilang

doa-doa kecil pelerai demam

 

maka menjadilah segala yang kami harap akan menjadi

 

meski kesepian sudah menggaram

dan sunyi telah menjadi api dalam sekam

 

menjadilah segala yang patut

segala harap yang tak tersebut.

 

Malang, 2022

Pembicaraan dengan Rahmaini

 

Hari Minggu, di rumah

hujan sepanjang pagi, bau tanah basah

dan aku kangen ibu, Rahmaini

 

kangen lesung pada pipinya, gelombang rambutnya

yang seakan menghimpun susunan ombak pantai barat

 

dalam kangen ini pula aku merasa kanak kembali

ingin melerai dingin di hangat pangkuan ibu

menyembunyikan sepi jauh di kedalaman dadanya

dalam lapang penerimaannya

 

di sana benar kangenku bersarang

 

demamku sepanas tungku terjerang.

 

Padang, 2022

Puisi yang Tidak Pernah Dibaca Rahmaini

 

Di pekuburan dengan tanah bercampur getah cempedak

aku lihat tunggul itu seakan sebuah tumpak

dan dedaunan berumbai seolah birai.

 

Sebab aku orang hilang, Rahmaini

aku lelaki yang tak menemu jalan pulang

di simpang-simpang tak bertanda

di jalan-jalan yang tak bernama

 

maka aku mengetuk jauh ke dalam dada ibu

ada sebuah rumah di situ

tapi kalang badan benar yang tak muat

tumpak hanya sisa getah berbungkah.

 

Dan dedaun pemendam angin pada akhirnya rurut juga

 

seperti tiang-tiang lapuk yang dibenam ke tanah lempung

bulan ganti-berganti hanya menjadi hitungan hari

 

dan aku kembali menemukan badan diri sebagai tunggul

kembali sebagai tunggul

hanya tinggal tunggul.

 

Padang, 2022

ILHAMDI PUTRA

Lahir di Padang, Sumatera Barat. Bergiat di ruang riset sastra dan humaniora Lab Pauh 9.

By admin