JawaPos.com – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan bahwa misi dari dibentuknya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru adalah sebagai dekolonisasi. Pasalnya, selama ini KUHP yang digunakan di Indonesia adalah aturan yang juga dulu digunakan Belanda saat menjajah tanah air.
“Apa saja bentuknya? Tidak lagi berorientasi pada keadilan retributf yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam,” ujarnya dalam kegiatan Kumham Goes to Kampus di Universitas Gadjah Mada, Jumat (10/3).
Dengan KUHP baru ini, ia mengeklaim bahwa paradigma hukum yang dibawa telah lebih modern dengan mengedepankan keadilan korektif, restoratif, dan keadilan rehabilitatif.
“Jika keadilan korektif itu ditujukan kepada pelaku, maka keadilan restoratif ditujukan kepada korban. Sementara keadilan rehabilitatif dia ditujukan kepada pelaku maupun korban,” terangnya.
Keunggulan lain dari KUHP baru ini juga, kata Eddy adalah saat ini KUHP tak mengutamakan kepastian hukum semata, melainkan mengutamakan keadilam kemanfaatan.
“Pasal 53 dikatakan apabila dalam mengadili perkara, hakim ada pertentangan antara keadilan dan kepastian maka hakim wajib mengutamakan keadilan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyosialisasikan misi-misi dari dibentuknya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang telah diundangkan dalam UU No. 1 Tentang KUHP Tahun 2023.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan butuh waktu setidaknya 60 tahun hingga akhirnya KUHP baru ini dapat disahkan pada 6 Desember 2022 lalu.
“Dari segi proses kita sudah ketahui bersama bahwa ini adalah proses panjang yang sudah dimulai dari tahun 1958 masuk resmi ke DPR 1963 dan kemudian baru disahkan pada 6 Desember 2022 dan diundangkan 2 Januari 2023,” ujarnya di Universitas Gadjah Mada, Jumat (10/3).
Namun begitu, untuk ukuran pembuatan KUHP baru, kata Eddy–sapaan akrab Wamenkumham–waktu 60 tahun masih tergolong sebentar. Pasalnya, tak ada negara yang lepas dari penjajahan mampu membuat KUHP baru dengan waktu singkat.
“Belanda sendiri butuh waktu 70 tahun untuk membuat KUHP baru ketika dia diberikan kemerdekaan oleh Prancis,” jelasnya.