Tidak ada lagi kasus bullying terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah. Kampanye itu yang kini digaungkan empat pelajar SMAN 21 Surabaya. Mereka pun membuat komik yang berhasil menyabet beberapa emas di event sains internasional.
WAHYU ZANUAR BUSTOMI, Surabaya
BENTUK komiknya lebih besar dibandingkan komik pada umumnya. Sekilas seperti buku biasa.Desainnya sederhana dengan tokoh animasi yang dibuat lucu dan menggelitik. Komik tersebut memfokuskan pada beberapa warna.
Yakni, merah, kuning, biru, dan putih. Tokoh kartun di komik itu pun sengaja dibuat tidak detail. Tapi, penentuan desain tersebut tidak sekadarnya.
Sebab, Claudya Hariandja, Keisya Chaterina, M. Zacky Avior, dan Kayla Amelia melakukan riset mendalam untuk menentukan desain tokoh dan warna yang dipilih dengan membaca berbagai jurnal internasional.
Semua itu dilakukan mereka agar komik bisa memberikan stimulus kepada anak bergejala autis. Sebab, empat warna tersebut dianggap bisa mengurangi gejala tantrum pada anak autis. ”Kalau anak autis sedang tidak tantrum, ide-ide mereka luar biasa,” ucap Claudya di sekolahnya kemarin (8/3).
Selain itu, visualnya dipercaya memberikan stimulus agar anak autis lebih tenang dan gembira. Komik berjudul Osbend (Our Special Best Friend) tersebut hanya memiliki tiga tokoh. Yaitu, Lubi yang merupakan anak dengan gejala autis; Pras, siswa yang suka merundung; dan Aira, pelajar yang menolong Lubi.
Cerita itu dikembangkan sesuai kondisi yang sering terjadi di masyarakat. Yaitu, tindakan perundungan terhadap ABK. ”Kami juga berikan edukasi tentang gejala autis,” kata Kayla sebagai leader proyek komik tersebut.
Komik 15 halaman itu juga dilengkapi game. Tujuannya, melihat sejauh mana cerita di komik ditangkap anak gejala autis.
Dibutuhkan waktu empat bulan untuk menyusun komik tersebut. Hasilnya, Kayla dan rekan-rekannya berhasil menyabet medali emas di event sains di Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) pada akhir 2022. Pengembangan pun dilakukan. Komik tersebut dibuatkan versi film animasi lengkap dengan suara dan sebagainya.
Respons terhadap film animasi itu positif. Anak gejala autis terlihat lebih tertarik dengan gambar gerak. ”Akhirnya kami dapat emas lagi saat event sains internasional di Undip Semarang,” kata Zacky.
Keisya menyampaikan, kampanye peduli anak gejala autis sedang dimasifkan. Komik dan film animasinya dikenalkan ke semua kelas.