JawaPos.com – Ahli bahasa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Krisanjaya menafsirkan percakapan WhatsApp antara Teddy Minahasa dan anak buahnya, Dody Prawiranegara. Khususnya pada penggunaan frasa ‘Singgalang 1’.
Penjelasannya itu menjawab pertanyaan Hakim Ketua Jon Sarman Saragih dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (8/3). Mulanya, Jon Sarman bertanya soal pernyataan Teddy kepada Dody, yang menyebutkan ‘Jangan lupa Singgalang 1’.
“Ada juga ‘Jangan lupa Singgalang 1’, itu narasi?” tanya Hakim Ketua.
Menurut Krisanjaya, pernyataan itu merupakan sebuah perintah. “Dari konstruksi ‘jangan’ itu tergolong perintah untuk tidak melakukan suatu hal,” ucapnya.
“Sedangkan yang diperintahkan ‘jangan lupa’, yaitu perintah untuk jangan sampai lupa tentang sesuatu, yakni Singgalang 1,” sambungnya.
Setelah itu, Hakim Ketua bertanya soal frasa ‘Singgalang 1’ dalam percakapan tersebut. “Apakah istilah simbol Singgalang 1 itu harus memerlukan penafsiran atau sudah jelas diterima oleh penerima respons?” tanya Jon Sarman.
“Jika menggunakan kata itu (berarti) berupa sandi, Yang Mulia. Hanya partisipan yang mengerti yang dimaksud ‘Singgalang 1′” jawab Krisanjaya.
“Jika diragukan maksud itu, maka lawan bicara mengonfirmasi lagi,” tandasnya.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, Teddy Minahasa didakwa bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika. Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan Polres Bukittinggi seberat lebih dari 5 kilogram.
Total ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa. Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma’arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat (2) subsider Pasal 112 Ayat (2), juncto Pasal 132 Ayat (1), juncto Pasal 55 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.