JawaPos.com- Aplikasi e-peken menjadi salah satu andalan Pemkot Surabaya dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Di dalamnya terhimpun 4.034 jenis usaha. Meski demikian, tidak semua pelaku UMKM merasakan manisnya transaksi di aplikasi e-commerce buatan pemkot tersebut. Ada juga pedagang yang mengeluh minim orderan.
Misalnya, yang dialami Sumi’in. Warga Jalan Kendangsari, Tenggilis Mejoyo, itu sama sekali tidak pernah mendapat pesanan dari e-peken. Padahal, dia terdaftar sejak April 2022. ”Terakhir saya dapat order waktu puasa 2022. Setelah itu, nggak ada lagi,” kata Sumi’in kemarin (7/3).
Perempuan 47 tahun itu menjual aneka makanan dan minuman (mamin) di e-peken. Mulai camilan ringan hingga minuman toga. Sepinya pembeli membuatnya kelimpungan. ”Saya mengira, kalau masuk e-peken, pasti diorder. Ternyata nggak sesuai harapan,” ujarnya.
Padahal, dia sangat berharap transaksi online bisa membantu menambah omzet penjualan. Selama ini dia juga berjualan secara offline. Dia buka toko kecil-kecilan di depan rumahnya di Jalan Kendangsari. Hasilnya lumayan. Sumi’in juga kerap mendapat order dari Kecamatan Tenggilis Mejoyo. ”Lumayan terbantu dengan penjualan manual di rumah,” ungkap ibu satu anak tersebut.
Keluhan itu sudah disampaikan ke DPRD. Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anas Karno prihatin dengan cerita Sumi’in. Pihaknya berharap keluhan itu bisa ditindaklanjuti OPD terkait. Yakni, dinas koperasi, usaha kecil dan menengah, serta perdagangan (dinkopdag). ”Tentu ini harus jadi perhatian pemkot,” tutur Anas.
Minimnya order dalam waktu setahun bukan hal yang wajar. Dia mendorong pemkot memberikan pendampingan terhadap pelaku UMKM. ”Selain pendampingan soal produksi, juga pemasaran,” katanya.
Anas meminta Dinkopdag Surabaya aktif memberikan intervensi. Misalnya, mendata UMKM yang sepi pembeli. Mereka bisa diberi pelatihan untuk melakukan inovasi. ”Tidak dibiarkan pasif begini,” tegas politikus PDIP tersebut.