JawaPos.com – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tentang penundaan Pemilu 2024 mendapatkan atensi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kepala negara menegaskan dukungannya agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terus melanjutkan tahapan pemilu yang sudah berjalan. ”Pemerintah mendukung KPU untuk naik banding,” ujar Jokowi di sela-sela kunjungan kerja di Jawa Barat kemarin (6/3).
Jokowi mengaku sudah mengamati reaksi atas putusan PN Jakarta Pusat tersebut. Muncul kontroversi atau pro dan kontra di tengah masyarakat. Namun, dia menegaskan komitmen pemerintah agar tahapan pemilu ini berjalan dengan baik. Berjalan sesuai rencana.
”Penyiapan anggaran sudah disiapkan dengan baik,” ujarnya. Karena itu, tak ada alasan lagi untuk penundaan pemilu.
Sementara itu, langkah mengajukan gugatan banding ke pengadilan tinggi atas putusan PN Jakarta Pusat tersebut bakal ditempuh KPU. Komisioner KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan, salinan putusan secara resmi sudah diserahkan PN Jakarta Pusat kepada lembaganya. ”Sudah dapat (salinannya, Red),” ungkap dia.
Dengan demikian, lanjut Afifuddin, objek untuk menempuh upaya banding tersebut sudah ada. Saat ini KPU tengah memfinalisasi draf banding itu. Sembari mempersiapkan upaya hukum banding, KPU akan terus menjalankan tahapan pemilu sesuai jadwal. Saat ini tengah berlangsung tahap verifikasi dukungan calon anggota DPD dan pemutakhiran data pemilih.
Terpisah, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa Ketua Umum Megawati Soekarnoputri langsung menginstruksikan agar partai tetap tegak lurus pada aturan main konstitusi terkait pemilu. Menurut dia, partainya tidak menoleransi setiap upaya yang ingin mencoba melakukan penundaan pemilu.
”Baik menggunakan celah hukum ataupun yang lain,” tegasnya di sela-sela tasyakuran selesainya pembangunan kantor baru DPD PDIP Sulawesi Selatan kemarin.
Hasto menjelaskan, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) sebenarnya tidak memiliki dasar hukum untuk mengajukan sengketa ke PN Jakarta Pusat. Apalagi sampai keluar keputusan soal penundaan pemilu.
Politikus asal Jogjakarta itu menilai celah hukum yang dipakai Prima tersebut sama sekali tidak sesuai dengan UU 7/2017 tentang Pemilu. Selain itu, tidak menghormati proses demokratisasi yang dijalankan secara terlembaga. ”Yaitu proses pemilu yang dijalankan secara periodik lima tahunan,” cetusnya.
Hasto menambahkan, PN juga tidak memiliki kewenangan dalam menangani sengketa penetapan partai politik peserta pemilu. Kewenangan tersebut seharusnya menjadi ranah Bawaslu dan PTUN.