JawaPos.com–Tim Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) melaksanakan sosialisasi pemilu perdana di daerah tapal batas Arab Saudi, Tabuk, pada 3-4 Maret. Tabuk berada di barat daya Arab Saudi dan berbatasan langsung dengan Jordania.
Tabuk menjadi lokasi pertama sosialisasi pemilu di provinsi terluar Arab Saudi. Tetapi, karena kekhususan program Pelayanan Terpadu (Yandu) yang dilaksanakan bulan ini oleh KJRI Jeddah.
Mukarromah, anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri Jeddah Divisi Perencanaan dan SDM mengatakan, bulan ini, KJRI melaksanakan kickoff program pasporisasi untuk 2023. Program yang memberikan kesempatan kepada warga negara Indonesia (WNI) yang tidak berdokumen untuk memiliki paspor.
”Sejak awal, KJRI telah membuka diri terhadap ide sinergisme sosialisasi pemilu dalam kegiatan yandu. Pertimbangan utamanya, tidak mudah mengumpulkan orang di Arab Saudi. Perlu bersurat kepada Kementerian Luar Negeri terlebih dahulu dan prosesnya tidak cepat,” terang Mukaromah.
Apalagi mengumpulkan WNI tidak berdokumen, lanjut dia, ketika dilaksanakan tanpa izin risiko terburuk yang mungkin terjadi adalah penangkapan dan deportasi. Sosialisasi Pemilu kemudian disepakati dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan yandu untuk pertimbangan keamanan dan efisiensi biaya.
”Dukungan luar biasa yang diberikan KJRI Jeddah kepada PPLN. WNI tidak berdokumen menjadi sasaran paling tepat dalam kegiatan sosialisasi. Sebagian besar dari mereka kemungkinan besar belum pernah mengikuti Pemilu di luar negeri,” jelas Mukaromah.
Dia menyatakan, karena untuk menjadi pemilih, salah satu syarat adalah memiliki paspor, Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP), atau KTP elektronik. Syarat KTP elektronik agak memberatkan karena mayoritas WNI tidak berdokumen adalah WNI yang telah tinggal berpuluh-puluh tahun di Saudi dan belum pernah pulang.
SPLP hanya akan dikeluarkan bagi WNI yang berencana pulang. Bukti terkuat yang dapat digunakan untuk mengklaim kewarganegaraan WNI dan hak pilih adalah paspor. Program pasporisasi itu merupakan kebijakan yang sangat tepat dari pemerintah. Sebab, WNI yang belum pernah menjadi pemilih dapat menggunakan hak pilih pada Pemilu 2024.
Mukaromah menerangkan, sosialisasi Pemilu di Tabuk dilaksanakan dalam dua sesi. Peserta yang hadir dalam sosialisasi yang dilaksanakan di Relax Day Hotel tersebut berjumlah 101 WNI yang tidak berdokumen.
Mereka telah menyatakan kesediaannya mengikuti Pemilu 2024. ”101 mungkin terlihat tidak banyak jika dibandingkan dengan jumlah WNI di Jeddah yang mencapai puluhan ribu,” ujar Mukaromah.
”Tetapi, jika dibandingkan dengan pelayanan yandu regular yang dihadiri rata-rata 45-an orang, jumlah tersebut sudah meningkat dua kali lipat,” tambah dia.
Menurut Dadang, satgas KJRI di Tabuk, terjadi penurunan jumlah WNI yang cukup signifikan. Pada 2013, jumlah pemilih di Tabuk 1.200 lebih kemudian turun menjadi sekitar 450-an pada 2019.
Tahun ini, berdasa data pada DP4LN, tercatat 558 data yang sedang dicoklit Pantarlih Tabuk. Jika ditambah dengan jumlah WNI tidak berdokumen yang mengajukan paspor, terjadi peningkatan kembali jumlah WNI. Kemungkinan besar WNI memilih untuk tidak berdokumen akibat kebijakan membayar pajak tinggal di Saudi.
Dadang mengatakan, PPLN menyampaikan tentang penyelenggaraan pemilu di luar negeri dan tugas utama PPLN. Yaitu, jadwal pemungutan suara dan cara-cara pemungutan suara di luar negeri, kegiatan pemutakhiran data oleh Pantarlih, serta peningkatan kesadaran tentang hak pilih dan pemberian motivasi kepada WNI untuk menggunakan hak pilih.
”Antusiasme WNI untuk mengikuti pemilu terlihat ketika WNI menyampaikan kekhawatiran. Salah satu yang paling krusial adalah kemungkinan tidak bisa mengikuti pemilu karena tidak mendapat izin dari majikan atau syarikah,” papar Dadang.
Dia menambahkan, WNI mengusulkan agar PPLN membuat surat pemberitahuan kepada majikan/syarikah atau membuat surat panggilan resmi kepada WNI untuk melakukan pemungutan suara di Kotak Suara Keliling (KSK). Tak kalah pentingnya adalah harapan agar waktu pemungutan suara diperpanjang.
Jika jam pemungutan suara disamakan dengan Indonesia, hak pilih WNI yang tidak bisa datang di siang hari akan menjadi hilang. Menurut Dadang, seluruh tenaga, waktu, dana, dan upaya lainnya mulai dari penyusunan DP4LN, pembentukan lembaga ad hoc penyelenggara pemilu LN, proses coklit, penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS), sosialisasi, pendataan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), sampai pada Data Pemilih Tetap (DPT) akan menjadi sia-sia.