JawaPos.com– Kampanye cinta literasi bagi para pelajar di Gresik, sejauh ini masih terus digelorakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Yakni, melalui kompetisi menulis essai para pelajar. Tidak hanya menulis, mereka juga diminta mempresentasikan ide atau gagasannya.
Program positif tersebut selalu menjadi bagian dari rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) dan HUT PWI. Ratusan pelajar dari berbagai sekolah pun turut berpartisipasi. Tahun ini mengusung tema: Pelajar Masa Kini dalam Membangun Negeri. Tahapan per tahapan pun dilalui.
Dari ratusan naskah yang masuk, dewan juri memutuskan lima besar karya terbaik. Kelima finalis itu adalah Dinda Agustin dari SMA Nahdlatul Ulama 1 (Smanusa) Gresik, Devina Saharani Mariska (SMA Assa’adah, Bungah), Hilyatut Taqiya (SMK Islamic Qon GKB), Nayaka Mahesa Putra Subagyo (MAN 2 Gresik), dan Fitri Karunia Wati (SMK Yasmu Manyar).
Setelah melalui penilaian dan presentasi di hadapan juri, panitia memutuskan, pemenang atau juara I adalah Hilyatut Taqiya. Pelajar SMK Islamic Qon GKB ini mengangkat karya berjudul Stop Budaya Pernikahan Dini.
Adapun juara kedua, Nayaka Mahesa dengan essai berjudul Grisse Youth Creative it Camp, dan di posisi ketiga Fitri Karunia Wati dengan judul karya Memanfaatkan Kecanggihan Teknologi Digital dengan Literasi Digital. Dua nama finalis lainnya menjadi juara harapan I dan II.
“Ini sebagai salah satu bentuk kepedulian insan jurnalis terhadap dunia pendidikan. Sekaligus mendorong generasi muda untuk ikut berkontribusi terhadap pembangunan daerah,” ujar Ketua PWI Gresik Ashadi Iksan.
Pria yang akrab di panggil Cak Asik itu menjelaskan, ajang tersebut merupakan kegiatan yang rutin digelar setiap tahun. Bahkan, para pelajar juga diberi kesempatan untuk mengenal lebih dalam tentang dunia jurnalistik. “Baik melalui pelatihan, bertemu narasumber, dan tokoh-tokoh. Bahkan, juga mengajak mereka ke dapur redaksi sebuah kantor berita,” ungkapnya.
Menurut Syaichu Busiri, dewan juri dari anggota DPRD Gresik, budaya literasi memang harus terus menerus digelorakan. Terlebih di era sekarang. Dengan berliterasi maka para pelajar memiliki kompetensi lebih untuk bekal masa depannya. ‘’Budaya membaca dan menulis ini sangat penting. Apalagi tema yang diangkat ini sangat menarik,’’ ungkapnya.
Menurut Syaichu, ide-ide atau gagasan dari para pelajar juga bisa menjadi bahan pertimbangan untuk merumuskan suatu kebijakan. “Kualitas karya para pelajar menandakan tingkat literasi yang dimiliki. Dengan gemar berliterasi, kami optimistis generasi muda Gresik memiliki masa depan yang,” ujarnya.
Pernyataan senada juga disampaikan Sholahuddin. Juri sekaligus detua dewan penasihat PWI Gresik itu menyebut, kemampuan para peserta dalam menangkap isu-isu di lingkungan sekitar patut mendapat apresiasi. “Berarti ada nilai peduli dan empati. Nah, melalui tulisan mereka muncul ide-ide baru, kemudian ada tindak lanjutnya,” jelasnya.
Dia pun berharap para peserta, termasuk finalis, tidak lantas cepat berpuas diri. Bahkan, wajib untuk terus mengasah kompetensi dan terus berkarya. “Kompetisi literasi PWI ini bisa juga menjadi batu loncatan ke tangga lebih tinggi. Menjadi motivasi untuk terus mengikuti ajang lainnya sesuai bakat dan minat masing-masing,” tandasnya.