JawaPos.com – Setelah Olimpiade 2016, Greysia Polii sempat ingin pensiun. Pasangannya saat itu, Nitya Krishinda Maheswari, mengalami cedera dan menjalani operasi. Padahal, pasangan peraih emas Asian Games 2014 itu mencapai babak perempat final Olimpiade 2016.

Greys (sapaan Greysia) sempat dipasangkan dengan beberapa pemain lain. Namun, tidak berhasil mencapai yang diinginkan. ”Tetapi, pelatih bilang tunggu sebentar lagi dan bantu pemain muda ini untuk bangkit. Saat itulah, entah muncul dari mana, Apri datang,” ujar Greys seusai pertandingan kemarin (31/7).

Kemudian, pada 2017 Greys mulai berpasangan dengan Apri. Prestasi mereka melesat. Saat ini Greys/Apri menempati peringkat keenam dunia. Mereka juga memenangkan gelar super 1.000 pada Thailand Open I Januari lalu.

”Ketika memenangi Korea Open dan Thailand Open (2017), dari situ kami tahu kami berkembang sangat cepat. Dari situ saya juga tahu, saya masih mau main beberapa tahun lagi,” ucap pemain PB Jaya Raya Jakarta itu.

Kombinasi pemain senior dan pemain muda cukup efektif. Greys pada 11 Agustus nanti genap 34 tahun, sedangkan Apri berusia 23 tahun. Pengalaman Greys dalam event mayor plus kekuatan Apri sebagai pemain muda membuat mereka memiliki keunggulan tersendiri.

Pada pertandingan semifinal kemarin, Greys/Apri mengalahkan ganda Korea Selatan Lee So-hee/Shin Seung-chan dalam straight game 21-19, 21-17.

Pertandingan yang berjalan selama 71 menit itu sangat ketat dan melelahkan.
Pelatih ganda campuran Richard Mainaky menjelaskan bahwa kultur bulu tangkis Indonesia berbeda dengan Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan.

Di nomor ganda, tiga negara itu mengandalkan pemain muda untuk kecepatan dan kekuatan.

”Kalau kita dalam nomor ganda khususnya, style-nya itu kombinasi antara skill dan bakat. Jadi, pemain senior yang sudah berpengalaman dan bisa membimbing dipasangkan dengan pemain muda yang potensial dan penurut,” kata Richard kepada Jawa Pos.

Richard tentu berpengalaman menggandengkan pemain senior dan pemain muda. Sejak zaman Minarti Timur dan Tri Kusharjanto, Nova Widianto dan Liliyana Natsir, Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir, hingga Praveen Jordan dan Melati Daeva Oktavianti.

Hal itu akan sangat berpengaruh saat event mayor seperti Olimpiade, Kejuaraan Dunia, atau kejuaraan beregu lainnya. Dibutuhkan mental dan pengalaman untuk bisa mengatasi ketegangan selama pertandingan.

”Melihat pengalaman Greys itu bagus sekali. Dia bisa membimbing Apri yang masih muda dengan tenaga yang luar biasa. Greys juga punya kedisiplinan dan dedikasi yang tinggi. Itu jadi panutan buat partnernya,” lanjut Richard.

Mantan pemain nasional Imelda Wiguna merasakan hal yang sama. Dia pernah berpasangan dengan Verawaty Fajrin, Theresia Widiastuti, Rosiana Tendean, hingga Christian Hadinata.

”Kombinasi pemain senior dan pemain muda itu cukup ampuh. Dulu partner saya juga beda usia yang cukup jauh. Selama yang lebih senior mengayomi, hasilnya bisa lebih bagus,” ujar Imelda.

By admin