Pada sembilan tahun lalu, setiap 1 Agustus dunia memperingati Hari Kanker Paru-Paru. Hari Kanker Paru-Paru kali pertama digelar Forum of International Respiratory Societies yang bekerja sama dengan International Association for the Study of Lung Cancer dan juga American College of Chest Physicians.
—
BEGITU mendengar kanker paru-paru, ada kisah miris nan menyayat hati yang datang dari Verawaty Fajrin. Sang legenda yang pernah menorehkan tinta emas di ajang cabang olahraga bulu tangkis pada dekade 1980-an itu tengah terkapar sakit. Mantan atlet yang lahir di Jakarta pada 1957 tersebut didiagnosis kanker paru-paru.
Penyakit dengan kasus kematian tertinggi nomor satu di Indonesia itu memang tidak mengenal gender. Siapa saja bisa disasarnya. Tidak terkecuali seorang atlet. ’’Perempuan atau pria sama saja. Semua berpotensi terkena kanker paru-paru,” kata Prof dr Elisna Syahruddin PhD SpP(K) dalam webinar Peringatan Kanker Paru-Paru Sedunia dan Peluncuran Aplikasi Pulih pada Rabu (28/7) itu.
Jebolan program PhD Postgraduate School of Medical Science di Hiroshima University, Jepang, tersebut menyatakan, setiap orang mempunyai risiko satu untuk terkena kanker mana saja. Sesehat apa pun seseorang tetap punya risiko. Khusus untuk paru-paru, kanker berasal dari jaringan bronkus saluran pernapasan. Saluran pernapasan itu mulai trakea, tenggorokan, sampai ke 33 cabang di dalam paru-paru.
Kanker paru-paru terjadi ketika beberapa sel di paru-paru mengalami perubahan. Yang kemudian, kata Elisna, membuat sel tumbuh dan berkembang di luar kendali. Lalu, sel membentuk tumor atau benjolan. Secara normal, tubuh akan memperbaiki setiap ada kerusakan. Pada kondisi tidak normal, misalnya. Tubuh tidak mampu memperbaiki.
Lalu, apa perbedaan kanker dengan tumor? Elisna menyebutkan, tumor adalah ketika pertumbuhan sel terlalu cepat dan hanya ada di satu lokasi. Tumor punya karakteristik. Ketika tumor keluar dari kapsulnya, lalu menyebar lewat pembuluh darah, tumor akan menjadi kanker. ’’Tapi, kan kanker saya ada di satu tempat saja di paru-paru. Iya, tapi sudah keluar dari kapsulnya. Kebanyakan sudah menyebar ke mana-mana,” paparnya.
Dia mengungkapkan, kanker paru-paru bisa juga menyebar ke area tubuh lain. Salah satunya adalah otak. Berdasar data yang disampaikan Elisna, kanker paru-paru merupakan kasus tertinggi ketiga yang paling banyak diderita masyarakat Indonesia. Nah, kemajuan ilmu dan teknologi meningkatkan ketepatan dalam mendiagnosis dan terapi untuk kanker paru-paru. ’’Yang jelas, bisa memperpanjang kesintasan pasien,” jelas perempuan kelahiran Belawan, Sumatera Utara, itu.
Anggota National Cancer Centre Committee Kementerian Kesehatan itu mengungkapkan, dalam mendiagnosis, dokter tetap memberlakukan step-by-step dengan hati-hati. Tidak lantas pasien yang datang dengan gejala batuk kemudian didiagnosis kanker paru-paru.
Standar prosedur diagnosis kanker paru-paru dimulai dengan anamnesis. Dokter akan menanyakan gejala, keluhan, hingga riwayat penyakit pasien sebelumnya. Elisna tidak merekomendasikan pasien untuk mendiagnosis sendiri sebelum ada diagnosis dari dokter.
Sementara itu, ada beberapa faktor risiko yang dapat dan tidak dapat dikontrol. Yang tidak dapat dikontrol, antara lain, umur, jenis kelamin, dan riwayat kanker. ’’Semakin tua seseorang, risiko kena kanker tinggi. Umur jelas tidak bisa dikurang-kurangin atau ditambah-tambahkan,” terang Elisna.
Kemudian, faktor yang dapat dikontrol seperti paparan asap rokok hingga lingkungan kerja. Elisna menyatakan, lingkungan kerja yang berkutat dengan zat karsinogen berpengaruh terhadap pertumbuhan sel kanker.
Baca Juga: Teror Ketuk Pintu di Ngawi, Lima Rumah Disambangi Makhluk Misterius
Penderita Kanker Paru-Paru di Bawah Usia 40 Tahun Juga Ada
Tiba-tiba, Stephen Chow merasakan tubuhnya sangat lemas. Dia masih ingat betul waktu itu. Tepatnya pada Maret 2016. Dada kanannya sakit ketika dibuat berdiri. Nyut-nyutan. ”Saya biasa lari 5K. Saat itu baru 200 meter kok terasa capek dan sudah tidak kuat,” katanya pada Rabu lalu.
Dia sempat menjalani fisioterapi selama 10 hari sebelum didiagnosis mengidap kanker paru-paru. Stephen memutuskan untuk memeriksakan diri lebih lanjut ke salah satu rumah sakit. Dan, ternyata hasilnya mengejutkan. Kanker paru-parunya masuk ke stadium 4. Pengobatan dijalani Stephen selama tiga tahun hingga sekarang. Dia tetap beraktivitas seperti biasa. Bahkan, Stephen masih sering lari.
Dokter Farah Fatmawati SpP menyatakan, penderita kanker paru-paru rata-rata berusia di atas 40 tahun. Namun, kini banyak juga penderita di bawah usia 40 tahun. Bahkan, ada beberapa di bawah usia 30 tahun. Pasien usia muda tersebut berisiko karena faktor genetik kuat ditambah dengan lingkungan yang karsinogenik.
Dia menegaskan, pernyataan kanker paru-paru hanya menyerang perokok aktif adalah mitos. Dulu memang faktor risiko utama adalah rokok. Namun, ternyata banyak faktor yang bisa mengakibatkan kanker paru-paru. Mulai perokok pasif, lingkungan yang banyak polusi asap, makanan yang bersifat karsinogenik, pajanan radon, asbes, hingga faktor genetik. ”Kanker paru-paru tidak menular, tapi bisa menurun atau genetik,” jelas Farah.
Bagaimana jika ada seseorang yang merokok sejak usia 25 tahun dan berhenti pada usia 35 tahun? Dokter yang menuntaskan gelar spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) di Universitas Airlangga pada 2006 itu mengungkapkan bahwa tetap ada risiko terkena kanker. Namun, risikonya menurun atau lebih kecil. Sebab, menurut dia, banyak faktor risiko untuk kanker paru-paru.
Ada beberapa terapi kanker paru-paru. Yakni, kemoterapi infus, radioterapi, imunoterapi, atau pembedahan. Farah menjelaskan bahwa biasanya pembedahan ditunda atau dihentikan sementara jika penderita kanker paru-paru sedang menjalani pengobatan Covid-19. Sementara, terapi target (kemoterapi tablet) biasanya dapat dilanjutkan, tetapi dengan pengawasan ketat.
TIGA MITOS TENTANG KANKER PARU-PARU
– Kanker paru-paru hanya menyerang para perokok aktif. Faktanya, kanker paru-paru bisa diidap siapa pun. Baik itu perokok aktif maupun pasif. Tidak pandang bulu. Di Amerika Serikat, sekitar 20 persen penderita kanker paru-paru mengaku tidak pernah merokok seumur hidupnya.
– Penderita kanker paru-paru tidak dapat berolahraga sama sekali. Faktanya, penderita kanker paru-paru bisa beraktivitas seperti Stephen Chow. Namun, kondisi kesehatan tetap perlu diperhatikan. Berolahraga bisa menolong kinerja paru-paru lebih baik.
– Kanker paru-paru tidak dapat dicegah. Faktanya, kanker paru-paru bisa dicegah dengan menghindari faktor risiko. Mulai tidak merokok hingga tidak mengonsumsi junk food.