JawaPos.com–Lelah banget lihat angka di timbangan terus bertambah. Hingga akhirnya tubuh masuk klasifikasi obesitas.
Berbagai macam pola diet dan olahraga sudah dicoba. Hasilnya tetap nihil. Pikiran justru malah stres.
Dokter Cosmas Rinaldi A. Lesmana mengatakan, jika tubuh obesitas bisa coba endoskopi bariatrik. Endoskopi bariatrik berbeda dengan bedah bariatrik.
”Endoskopi bariatrik bisa meningkatkan kualitas hidup para pasien obesitas dan fatty liver (kondisi saat penderita obesitas mengalami penumpukan lemak di organ liver yang bisa sangat berbahaya) ke dalam kondisi yang lebih sehat, produktif, dan seimbang,” papar Rinaldi dalam zoom meeting.
Senior Consultant for Advance Therapeutic Endoscopy di Gastrointestinal Cancer Center di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, itu menuturkan, bedah bariatrik dilakukan dengan proses pembedahan dan memotong sebagian organ lambung untuk mengurangi kapasitas.
Rinaldi menjelaskan, setelah bedah bariatrik kemampuan lambung menampung jumlah makanan yang masuk tubuh jadi lebih terbatas. Sehingga proses tersebut membantu pasien menurunkan berat badan secara signifikan ke depannya.
”Akan tetapi, prosedur bedah tersebut memiliki risiko komplikasi yang cukup tinggi,” terang Rinaldi.
Dokter Rinaldi telah mengantongi sertifikasi endoskopi bariatrik untuk kedua prosedur. Yakni Endoscopic Sleeve Gastroplasty dan Intragastric Balloon dari Asian Institute of Gastroenterology (AIG) Hospital, Hyderabad, India.
Rinaldi menyampaikan, dengan melakukan alternatif tindakan endoskopi bariatrik, pasien obesitas dengan fatty liver akan menjalani tindakan medis yang lebih bersahabat, aman, dan minim risiko. Karena tanpa proses pembedahan atau operasi.
”Tindakan endoskopi bariatrik ini bisa dilaksanakan cukup di ruang endoskopi saja. Tindakan ini juga akan sangat membantu sekali dalam menangani fatty liver yang 80 persennya diakibatkan oleh obesitas,” tambah Rinaldi.
Menurut dia, endoskopi bariatrik bisa mengusahakan penurunan berat badan dengan cukup signifikan. Selain itu, bisa membantu penyembuhan progresivitas penyakit hati kronik.
Patut diketahui bersama, penderita obesitas dengan fatty liver, biasanya berisiko terkena GERD, serangan jantung koroner, stroke, diabetes melitus tipe 2 (kencing manis), serta darah tinggi (hipertensi).
”Selain itu, penderita obesitas juga memiliki risiko mengalami penyumbatan pernapasan ketika sedang tidur. Belum lagi, ancaman lainnya bagi penderita obesitas pria yaitu risiko terkena penyakit kanker prostat, sementara penderita obesitas perempuan berisiko terkena kanker payudara dan kanker leher rahim,” jelas Rinaldi.