JawaPos.com – Travel umrah PT Naila Syafaah Wisata Mandiri diduga menggunakan barcode bekas untuk memberangkatkan jamaah umrah. Barcode itu diketahui sudah digunakaan oleh jamaah umrah yang diberangkat pada Maret 2022.
“Bulan Maret 2022 itu pertama kali travel itu memberangkat jemaah umrah, saat itu prosesnya resmi, barcodenya juga ada,” kata Kepala Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Joko Dwi Harsono kepada wartawan, Jumat (31/3).
Namun, pada pemberangkatan di kloter selanjutnya, barcode itu ternyata digunakan lagi. Ini dilatarbelakangi karena visa para jamaah umrah belum keluar.
“Disuruh lah sama owner, karyawannya kan bilang, pak gimana kalau kita masukin (barcode) yang ini saja karena visanya belum keluar, sama ownernya oh yaudah atur saja, dimasukin sama karyawannya,” jelas Joko.
Karyawan travel umrah itu kemudian membuat tanda pengenal untuk para jamaah mengacu kepada barcode yang telah digunakan. Namun, foto yang terpasang di tanda pengenal itu adalah foto jamaah yang baru akan berangkat.
Karena menggunakan barcode bekas ini, sejumlah jamaah pun tak bisa pulang ke Indonesia dan sempat luntang-lantung di Arab Saudi. “Pas dicek datanya enggak sesuai, data lama,” ungkap Joko.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menangkap pasangan suami istri (pasutri) yang diduga menjadi pelaku penipuan perjalanan umrah. Pelaku ini membuat para jamaah tak bisa kembali dari Arab Saudi.
Kedua pelaku adalah pemilik PT Naila Safaah Wisata Mandiri, Mahfudz Abdulah alias Abi, 52, dan istrinya Halijah Amin alias Bunda, 48. Keduanya ditangkap di salah satu kamar hotel di Daerah Istimewa Jogjakarta. “Pelaku ditangkap pada 27 Februari 2023,” kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi kepada wartawan, Selasa (28/3).
Pasturi ini telah ditetapkan jadi tersangka dan dikenakan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda Metro Jaya. Selain pasangan pasutri ini, penyidik juga menetapkan Direktur Utama PT Naila Safaah Wisata Mandiri, Hermansyah, 59, sebagai tersangka.
Ketiganya dikenakan Pasal 126 Juncto Pasal 119 A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah sebagaimana diubah dalam Pasal 126 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. “Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun,” jelas Hengki.