JawaPos.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan negara di kawasan ASEAN membutuhkan investasi sebesar USD 27 miliar untuk mendukung energi terbarukan setiap tahun.
“Negara di kawasan ASEAN sangat bergantung kepada bahan bakar minyak fosil,” kata Sri Mulyani Indrawati di Nusa Dua, Bali, Kamis (30/3).
Menurut dia, nilai investasi per tahun itu dibutuhkan guna mendukung ambisi mewujudkan kontribusi 20-23 persen pemanfaatan energi terbarukan pada 2025 di kawasan itu. “Sedangkan selama periode 2016-2021 investasi bidang energi terbarukan di kawasan ASEAN baru mencapai sekitar USD 8 miliar per tahun,” imbuh Sri Mulyani.
Ia menyebutkan pada 2019, pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) fosil berkontribusi lebih dari 75 persen di Asia Tenggara, sedangkan energi terbarukan baru mencapai 14 persen. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, proporsi pemanfaatan baru bara pada 2022 di ASEAN mencapai sekitar 32 persen dari total energi.
Sedangkan Indonesia, lanjut dia, capaiannya lebih tinggi yakni mencapai sekitar 60 persen dari total energi campuran di Tanah Air sehingga menjadi tantangan yang besar.
“Untuk bisa mewujudkan emisi nol pada 2060 atau lebih cepat, ini tidak mungkin terjadi tanpa mengatasi masalah pembangkit listrik batu bara,” imbuh Sri Mulyani.
Menkeu lebih lanjut menjelaskan emisi gas rumah kaca dari sektor energi khususnya yang disumbangkan pembangkit listrik uap (PLTU) bertenaga batu bara menjadi kontributor utama emisi karbon secara global.
Berdasarkan laporan Badan Energi Internasional, pembangkit listrik tenaga baru bara diperkirakan menghasilkan sekitar 38 persen emisi CO2 dari sektor energi pada 2019.
Pemerintah Indonesia membutuhkan sekitar Rp 4.002 triliun atau USD 281 miliar investasi dalam jangka panjang untuk mendukung pengurangan emisi karbon sesuai komitmen kontribusi yang ditetapkan secara nasional (NDC). Sedangkan hingga 2021, Indonesia menggelontorkan investasi Rp 313 triliun untuk pengurangan emisi karbon.