JawaPos.com – Sejumlah Anggota Komisi III DPR RI mengusulkan pembentukan panitia khusus (Pansus), untuk mengungkap transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). DPR ingin dugaan transaksi keuangan tersebut menjadi terang benderang.
Hal ini disampaikan sejumlah Anggota DPR dalam rapat Komisi III DPR dengan Mahfud MD di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3). Salah satu yang mengusulkan pembentukan Pansus yakni, Anggota Komisi III dari Fraksi Nasdem Taufik Basari.
Menurut Taufik, pembentukan Pansus perlu dilakukan, karena data soal transaksi janggal Rp 349 triliun berbeda-beda. Sehingga perlu ditelusuri kebenarannya transaksi janggal itu.
“Ini adalah hal yang besar untuk dibongkar, forumnya adalah pansus sehingga kita bisa adu data. Kita cek. Apa yang bisa kita lakukan tindak lanjutnya,” ucap Taufik.
Politikus Partai NasDem ini menyebut,
data Menko Pulhukam Mahfud MD dan Menkeu Sri Mulyani terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun berbeda-beda.
“Saya cari sambungannya, soal Rp 35 triliun, yang ada cangkang lepas jadi Rp 3,3 triliun. Tapi untuk yang lain, misalnya seperti kata Bu Srimul, dari Rp 349 triliun dari surat yang kedua, kan ada dua surat ya, yang pertama lampirannya 100 yang kedua 300 lampirannya,” cetus Taufik.
“Menurut Bu Srimul satu surat itu dikirimkan untuk APH lain, 65 surat itu terkait transaksi korporasi yang jumlahnya Rp 253 triliun, kalau yang ke APH Rp 74 triliun, barulah Rp 22 triliun itu terkait korporasi dan pegawai, di mana dipecah lagi Rp 3,3 triliun yang berhubungan langsung dengan oknum. Karena itu lebih dulu disampaikan, tadinya saya mau kejar itu. Tapi dari keterangan Pak Mahfud, beda sekali,” sambungnya.
Senada juga diungkapkan, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN Mulfachri Harahap. Menurut Mulfachri, pembentukan Pansus bisa membuat peristiwa menjadi terang benderang seperti Pansus Bank Century.
“Walaupun pelaksanaan dari Pansus itu masih kontroversial karena dianggap sebagian belum selesai, tapi saya kira kerja Pansus itu sudah bisa membuat terang benderang sebagian besar dari polemik dari kontroversi berspekulasi sekitar kasus Bank Century,” ujar Mulfachri.
Pernyataan serupa juga diungkapkan
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman. Ia secara lantang mengusulkan agar dibentuk Pansus. Sehingga dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di
Kemenkeu bisa lebih terang.
“Tapi TPPU di sana kalau benar terjadi itu luar biasa, Rp 349 triliun. Wah besar sekali itu, jika itu terjadi panggil Sri Mulyani. Kalau bisa bentuk pansus lebih pas lagi. Supaya kita lebih mendalam istilah latin duc in altum, masuk lebih jauh masuk lebih dalam,” tegas Benny.
Benny meminta, Mahfud MD yang merupakan Ketua Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNPP TPPU) untuk menerangkan secara komprehensif, soal transaksi keuangan mencurigakan di Kemenkeu.
“Bapak kan pejabat publik wajib menyampaikan informasi publik. Sesuai UU KIP informasi publik itu jelas didefinisikan. Pejabat publik tidak boleh menyampaikan isu yang tidak jelas asal usulnya atau masalah yang belum ada pembahasan, pembicaraan, penyelesaian. Jadi yang disampaikan ke publik ada informasi yang sudah digodok dan sudah matang,” beber Benny.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan data yang dimiliki pihaknya, soal transaksi keuangan Rp 349 triliun tidak berbeda dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hanya saja, cara penafsiran data tersebut yang berbeda.
“Saudara data ini valid, tinggal dipertemukan saja nanti dengan Bu Sri Mulyani, nggak ada data yang berbeda,” klaim Mahfud MD.
Mahfud mengungkapkan, data yang dimilikinya merupakan data primer dari PPATK. Kemudian, data tersebut juga telah diperiksa oleh Sri Mulyani dan hanya mengambil bagian tertentu yang menjadi kewenangannya.
“Cuma Bu Sri Mulyani itu menerangkan begini. Kalau PPATK itu rombongan, misalnya Rafael, itu kan ada rombongannya. Nah ketika diperiksa oleh Bu Sri Mulyani, satu yang diambil. Sama dengan ini tadi, ini rombongan, namanya pencucian kalau ndak banyak, yah bukan pencucian uang. Kalau satu geng begitu, kalau satu korupsi, tetapi kalau pencucian uang di belakang itu loh nama itu,” papar Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud tak mempermasalahkan jika dirinya harus dipertemukan dengan Sri Mulyani untuk mencocokan data yang ada. Sebab, hal ini penting agar tidak kesalahan tafsir terkait transaksi janggal Rp 349 triliun.
“Bagi saya gampang kok masalah ini, undang Bu Sri Mulyani, cocokkan, ini datanya PPATK hanya beda menafsirkan seperti yang kasus 189 itu, itu kan 15 entitas bea cukai,” pungkas Mahfud.