JawaPos.com – Bagi masyarakat perkotaan saat ini, yang memiliki mobilitas serta kesibukan tinggi dan jarang menyempatkan diri untuk berolah raga, mereka dihantui oleh penyakit saraf kejepit. Saraf kejepit atau Hernia Nukleus Pulposus (HNP) atau Herniated Disk sendiri adalah salah satu gangguan saraf yang cukup umum terdengar saat ini.
Penyebab saraf terjepit atau dikenal juga sebagai kecetit datang dari berbagai faktor, antara lain usia, kebiasaan sehari-hari, hingga kondisi medis tertentu. Pengobatannya pun tak bisa dilakukan secara sembarangan, mengingat tindakan yang kurang tepat dapat meningkatkan risiko kerusakan permanen pada saraf.
dr. Moch Dwikoryanto, Sp.BS, FINPS, FINSS dari Mayapada Hospital menerangkan, saraf kejepit adalah kondisi di mana terjadi tekanan berlebih pada saraf oleh jaringan-jaringan di sekitarnya, seperti jaringan tulang dan otot.
“Gangguan saraf ini dapat terjadi di seluruh bagian tubuh termasuk tulang belakang, leher, pergelangan tangan, dan lainnya. Tanda yang paling umum dirasakan penderita saat mengalami saraf terjepit adalah rasa nyeri terpusat dan kebas di area tubuh terkait,” ujar dr. Dwikoryanto.
dr. Dwikoryanto menambahkan, saraf kejepit ini harus menjadi perhatian serius karena gejala saraf kejepit sering dianggap sebagai rasa nyeri biasa. Rasa nyeri yang ditimbulkan dari saraf terjepit sering disalahartikan sebagai rasa nyeri biasa, sehingga tak sedikit yang menyepelekan penyakit ini.
“Terdapat tanda dan gejala saraf terjepit lainnya yang bisa diamati, yaitu bagian tubuh terasa sakit disertai sensasi terbakar, kesemutan, mati rasa atau kebas dan otot melemah di bagian tubuh yang terkena saraf terjepit,” lanjut dr. Dwikoryanto.
Bagian yang sering terserang saraf kejepit, lanjut dr. Dwikoryanto umumnya adalah saraf di leher. Saraf di leher yang terjepit biasanya disebabkan oleh kerusakan pada sendi tulang belakang. Kerusakan ini dapat dipicu oleh trauma cedera atau faktor umur, yang kemudian menyebabkan akar saraf di leher terasa seperti terjepit.
Gejala saraf yang terjepit umumnya berbeda-beda tergantung letak saraf yang mengalami gangguan. Jika hal tersebut terjadi pada saraf leher, biasanya rasa sakit pada leher terasa seperti ditusuk oleh jarum.
Namun, gejala saraf kejepit mungkin tidak akan terjadi pada bagian tubuh yang sarafnya mengalami gangguan. Bahkan, rasa sakitnya akan terasa di tempat yang lumayan jauh, seperti gejala saraf leher yang kejepit.
Kalau sudah terserang saraf kejepit, langkah yang harus dilakukan adalah melakukan pengobatan medis. Terkait dengan pengobatan saraf kejepit, dr. Dwikoryanto membeberkan dalam beberapa kategori pengobatan, yakni dengan cara konservatif, intervention pain management dan paling jauh adalah surgery atau bedah.
Penanganan medis pada saraf kejepit sendiri akan tergantung pada apa yang dirasa pasien, kalau belum parah cukup dilakukan dengan cara konservatif seperti memberikan obat-obatan. Atau di tingkat selanjutnya bisa menggunakan intervention pain management seperti membuat tusukan dengan jarum khusus menggunakan gelombang radio frekuensi.
Siapa yang menerima metode ini? Mereka yang tidak bisa sembuh dengan metode konservatif. Sementara paling jauh yang bisa dilakukan adalah tindakan surgery atau bedah. Derajat beratnya saraf kejepit sendiri ini bisa menentukan gangguannya seperti sensorik, motorik, atau yang paling berat adalah otonom.
“Jika sudah terganggu otonomnya, penderita akan sulit mengontrol buang air kecil dan buang air besarnya,” tutur dr. Dwikoryanto.
Seperti sudah disinggung di atas, penanganan saraf kejepit bisa dilakukan dengan teknik minimal invasif. Dokter spesialis Saraf dan Bedah Saraf akan melakukan beberapa penanganan saraf kejepit tergantung dari tingkatan gejala yang dimiliki.
Misalnya, pada gejala ringan hingga sedang, penanganan yang dilakukan dokter spesialis Saraf atau Bedah Saraf, dapat meliputi tindakan PLDD atau Percutaneous Laser Disc Decompression. Ini adalah sebuah tindakan minimal invasif dengan menusukkan jarum ke kulit untuk memberikan suatu energi dari alat laser yang mana dapat membuat jepitan saraf terbuka.
Kemudian pada pasien dengan gejala sedang dapat dijalankan prosedur PELD atau Percutaneous Endoscopic Lumbar Discectomy. Pasien akan dibius lokal pada kulit dalam posisi tengkurap dengan luka sayatan kecil untuk dimasukan alat khusus berupa tabung untuk mengambil bantalan yang menonjol.
Prosedur ini sangat aman karena menggunakan teknik endoskopi dengan kamera yang terhubung dengan monitor 40 inci untuk melihat posisi saraf kejepit.
Kedua prosedur di atas termasuk penanganan saraf kejepit non-bedah dan minimal invasif, sehingga pasien tidak perlu dirawat inap berhari-hari.
“Di Mayapada, kebanyakan penanganan saraf kejepit yang dilakukan masih berada pada level dua, menggunakan minimal invasif. Kenapa? Karena motoriknya masih baik,” tegas dr. Dwikoryanto.
Jika sudah dilakukan pengobatan pada saraf kejepit, dr. Dwikoryanto menyarankan, pasien yang pernah melakukan pengobatan ini untuk lebih rajin bergerak, berolah raga namun jangan yang terlalu berat. Olah raga yang dianjurkan bagi pasien saraf kejepit sendiri adalah berenang untuk kembali melatih otot-otot.
“Jangan duduk terlalu lama, hindari trauma continues. Perhatikan juga berat badan, jangan berlebih, jangan membawa barang secara tidak tepat, jangan sering membawa barang berat,” tandas dr. Dwikoryanto.