JawaPos.com – Kebutuhan anggaran untuk membiayai Pemilu 2024 sangat besar. Dari alokasi APBN saja sekitar Rp 25 triliun. Baik untuk KPU, Bawaslu, maupun lembaga lain. Belum lagi sokongan dana dari APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Totalnya diperkirakan lebih dari Rp 76 triliun.
Dari kebutuhan itu, sejauh ini proses pencairan anggaran diklaim masih relatif seret. Anggaran untuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI misalnya. Per pekan ini lembaga etik itu mengaku sudah kehabisan dana. Demikian juga sejumlah lembaga lain.
Ketua DKPP RI Heddy Lugito mengatakan, tahun anggaran 2023 ini pihaknya mendapat alokasi Rp 26 miliar. Jika dikalkulasi, jumlah itu hanya cukup untuk kerja kelembagaan selama 2,5 bulan saja. ”Sejauh ini DKPP sudah kehabisan anggaran untuk sidang,” ujarnya kemarin (28/3).
Menurut Heddy, imbas kehabisan anggaran itu pun sangat terasa. Yang paling krusial, DKPP sudah tidak mampu menggelar persidangan di daerah. Padahal, ada banyak laporan kasus dugaan pelanggaran etik yang dilakukan anggota KPU maupun Bawaslu daerah.
Sebelumnya, lanjut Heddy, sidang kerap digelar langsung di daerah untuk mempermudah akses. Selain itu, meringankan biaya akomodasi saksi yang jumlahnya tidak sedikit, pemohon hingga termohon. ”Anggaran untuk sidang luar kota sudah habis. Jadi, nggak bisa sidang luar kota lagi,” imbuhnya.
Sebagai solusi sementara, DKPP terpaksa hanya menggelar sidang melalui virtual. Diakui Heddy, sidang virtual sejatinya tidak cukup maksimal. Karena kurang bisa mengeksplorasi situasi. ”Tapi, sebenarnya nggak ada dasar hukumnya (sidang online, Red). Virtual itu kan untuk menyiasati keadaan pandemi saja,” ungkapnya.
Heddy mengaku sudah mengajukan tambahan anggaran kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dia juga sudah meminta menteri dalam negeri membantu mempercepat prosesnya. Dari kalkulasi jajarannya, untuk bisa memenuhi kebutuhan hingga Desember 2023, dibutuhkan tambahan sekitar Rp 92 miliar. Terlebih, jumlah aduan berpotensi melonjak seiring berlangsungnya tahapan pemilu.