JawaPos.com – Satgas Anti Mafia Umrah Polda Metro Jaya menduga PT Naila Safaah Wisata Mandiri memiliki banyak kantor. Cara ini dilakukan mereka untuk menyakinkn para korban.
“Iya (jumlah korban) itu masih bisa berkembang. Karena memang diduga cabangnya banyak di mana-mana, dan kami yakin banyak korban yang belum melaporkan,” ujar Kasubdit Keamanan Negara Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Joko Dwi Harsono kepada wartawan, Rabu (23/3).
Sementara ini, Polda Metro Jaya menerima 13 laporan terkait penipuan perjalanan umrah PT Naila. Jumlah korban yang dicatatkan saat ini lebih dari 500 jemaah dengan kerugian mencapai Rp 91 miliar.
Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, agen travel umrah PT Naila menggelapkan uang setoran para jamaah yang seharusnya digunakan untuk perjalanan umrah.
“Jadi dia menipu. Dana jamaah diterima tapi tidak diberangkatkan dan digelapkan Dananya dipakai beli aset,” jelas Joko.
Selain itu, Joko menyebut bahwa terdapat pula jamaah yang diberangkatkan lalu ditelantarkan tanpa difasilitasi penginapan dan tiket perjalanan pulang dari Arab Saudi.
“Jadi di sana hotel dibiarkan cari sendiri kemudian tidak dibelikan tiket pulang. Jadi tidak diurus di tempat umrah sana,” pungkas Joko.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menangkap pasangan suami istri (pasutri) yang diduga menjadi pelaku penipuan perjalanan umrah. Pelaku ini membuat para jamaah tak bisa kembali dari Arab Saudi.
Kedua pelaku adalah pemilik PT Naila Safaah Wisata Mandiri, Mahfudz Abdulah alias Abi, 52, dan istrinya Halijah Amin alias Bunda, 48. Keduanya ditangkap di salah satu kamar hotel di Daerah Istimewa Jogjakarta. “Pelaku ditangkap pada 27 Februari 2023,” kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi kepada wartawan, Selasa (28/3).
Pasturi ini telah ditetapkan jadi tersangka dan dikenakan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda Metro Jaya. Selain pasangan pasutri ini, penyidik juga menetapkan Direktur Utama PT Naila Safaah Wisata Mandiri, Hermansyah, 59, sebagai tersangka.
Ketiganya dikenakan Pasal 126 Juncto Pasal 119 A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah sebagaimana diubah dalam Pasal 126 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun,” jelas Hengki.