Pekerja Kontrak hingga Pekerja Harian Lepas Wajib Dapat
JawaPos.com – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan, tunjangan hari raya (THR) keagamaan harus diberikan penuh tahun ini. Pembayarannya pun tidak boleh dicicil.
Ida menyatakan, pembayaran THR merupakan kewajiban yang harus dijalankan pengusaha kepada pekerja/buruh. Hal tersebut secara tegas telah diatur dalam Pasal 8 dan 9 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Juga, diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Ketentuan tersebut kemudian ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Surat edaran itu ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia.
Dalam aturan tersebut, kata dia, THR wajib dibayarkan secara penuh dan selambatnya tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. ”Saya minta perusahaan taat terhadap ketentuan ini,” tuturnya dalam paparan mengenai pembayaran THR keagamaan di Jakarta kemarin (28/3).
Lalu, siapa saja yang berhak mendapat THR? Ida menjelaskan, THR wajib diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasar perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Tak terkecuali, para pekerja/buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Meski THR berlaku untuk semua kategori pekerja, besarannya berbeda-beda. Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, diberikan THR sebesar satu bulan upah. Bagi pekerja/buruh dengan masa kerja satu bulan secara terus-menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, THR diberikan secara proporsional dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 bulan yang kemudian dikalikan besarnya upah sebulan.
Dia mencontohkan, bila memiliki upah Rp 4 juta per bulan dan baru bekerja selama enam bulan, seorang pekerja berhak mendapatkan THR dengan perhitungan 6 bulan dibagi 12 sama dengan ½, lalu dikalikan Rp 4 juta. Hasilnya Rp 2 juta.
Sementara itu, bagi pekerja/buruh dengan perjanjian kerja harian lepas, ada kekhususan pengaturan untuk penghitungan satu bulan gaji. Bila pekerja mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah satu bulan dihitung berdasar rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Untuk pekerja harian lepas yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, upah satu bulan dihitung berdasar rata-rata upah yang diterima setiap bulan selama masa kerja tersebut.
”Tapi, dimungkinkan juga perusahaan memberikan THR yang lebih baik atau lebih besar dari peraturan perundang-undangan,” ungkapnya. Hal itu dimungkinkan bila perusahaan yang dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan yang berlaku telah mengatur besaran THR yang lebih besar sebelumnya.
Ida meminta para gubernur dan jajarannya untuk memastikan perusahaan di wilayah masing-masing membayar THR sesuai dengan ketentuan. Diharapkan, perusahaan membayar THR lebih awal sebelum jatuh tempo. ”Bapak/ibu gubernur beserta seluruh jajarannya juga saya minta membentuk Posko Satgas Ketenagakerjaan Pelayanan Konsultasi dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023,” ujarnya.
Ida memastikan, pemerintah tak segan menjatuhkan sanksi bagi perusahaan yang lalai dalam pembayaran THR keagamaan ini. Sanksi yang diberikan pun beragam. Mulai teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha.