MOMEN Ramadan, kemudian diikuti Lebaran, secara umum memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam mendorong konsumsi masyarakat. Sebelum pandemi, efeknya mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara rata-rata tercatat di atas 5 persen.
Jika ditelaah lebih dalam, konsumsi makanan dan minuman pada Ramadan diikuti konsumsi transportasi serta konsumsi restoran dan hotel yang juga meningkat saat Lebaran. Peningkatan konsumsi masyarakat juga didukung pemberian tunjangan hari raya (THR) serta aktivitas mudik.
Di tengah kondisi pandemi saat ada pembatasan mobilitas, termasuk untuk aktivitas mudik pada 2020 dan 2021, dampak Ramadan dan Lebaran cenderung terbatas terhadap pertumbuhan ekonomi. Mencermati perkembangan penanganan pandemi yang semakin baik, terdapat kecenderungan semarak Lebaran dan mudik tahun ini kembali normal. Pola efek Lebaran akan kembali berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal II 2023.
Perputaran uang yang meningkat sejalan dengan peningkatan konsumsi masyarakat terkonfirmasi dengan Bank Indonesia (BI) yang akan menyiapkan uang tunai Rp 195 triliun untuk menghadapi Lebaran 2023. Nilai tersebut meningkat sekitar 8,22 persen jika dibandingkan dengan 2022 yang mencapai Rp 180 triliun.
Aktivitas mudik yang mendorong perputaran uang dari kota ke desa tujuan mudik kemudian memberi dampak positif bagi pemerataan ekonomi. Hal itu sejalan dengan tradisi pemberian THR kepada sanak saudara dan belanja masyarakat di daerah tujuan mudik. Sementara itu, perputaran uang selama Ramadan 2023 diperkirakan mencapai Rp 8.573 triliun atau ada tambahan sekitar Rp 243 triliun. Lebih tinggi dibandingkan dengan tambahan perputaran uang pada Lebaran 2022 yang tercatat Rp 221 triliun.
Sejalan dengan peningkatan konsumsi masyarakat untuk makanan dan minuman, transportasi, serta hotel dan restoran juga mendorong peningkatan harga barang-barang. Yang pada akhirnya akan mendorong inflasi. Meski demikian, mempertimbangkan pola yang terjadi dari tahun ke tahun, pemerintah juga selalu mengantisipasi potensi kenaikan harga-harga dan inflasi tersebut. Beberapa langkah, terutama dalam pengendalian inflasi pangan, antara lain dengan memperkuat koordinasi dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah, stabilisasi harga-harga bahan kebutuhan pokok, dan memastikan kesiapan ketersediaan stok menjelang Ramadan dan Lebaran.
Momen Ramadan dan Lebaran tahun ini perlu dioptimalkan pemerintah dan BI. Terutama di tengah kondisi perekonomian global yang mengalami perlambatan sebagai dampak kenaikan suku bunga bank sentral global sejak tahun lalu. Sentimen dari kondisi perekonomian global itu cukup memengaruhi kondisi sisi permintaan perekonomian yang tecermin dari indeks kepercayaan konsumen yang cenderung melambat, meskipun tetap berada dalam level yang optimistis.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu mendorong peningkatan keyakinan konsumen dengan pengendalian inflasi pangan. Dan, bagi masyarakat berpenghasilan rendah, penyaluran bantuan sosial dapat dioptimalkan agar bisa menjaga konsumsi. Selain itu, pemerintah perlu terus fokus dalam upaya mendukung pelaku UMKM yang notabene berkontribusi sekitar 60 persen terhadap PDB/perekonomian Indonesia dan berkontribusi lebih dari 95 persen terhadap penyerapan tenaga kerja. (*)
*) JOSUA PARDEDE, Chief Economist Bank Permata