JawaPos.com – Azan Duhur berkumandang dari Masjid Al Mabrur, Nambangan. Lantunannya memecah kesibukan nelayan yang sibuk merangkai dan memperbaiki jala. Tak sedikit yang lantas turun dari perahu dan membersihkan diri.
Seketika masjid pun ramai. Lantunan salawat mengantarkan warga segera berhimpun dan menunaikan salat. Suasana itu memang tak jauh berbeda dengan bulan biasanya. Tapi, khusus Ramadan, mereka seakan enggan tertinggal momentum.
’’Bisa dibilang memang ditunggu-tunggu ya bulan ini,’’ kata tokoh masyarakat sekaligus takmir Masjid Al Mabrur Masduki Akhyar setelah salat Duhur berjemaah kemarin (27/3). Sebagai kawasan pesisir timur Surabaya, Nambangan dan Cumpat memiliki tradisi dan kebiasaan yang selalu dilakukan warga saat menjelang Ramadan.
Selain megengan, sebagai peringatan dalam waktu dekat akan memasuki bulan puasa, ada aktivitas yang rutin dilakukan nelayan Nambangan dan Cumpat, yakni melantunkan salawat burdah bersama-sama.
Muda dan tua membaur menjadi satu. Selain berkeliling kampung, warga berkeliling pesisir dengan menggunakan perahu dari Nambangan menuju Tanah Kali Kedinding hingga Sukolilo Baru.
’’Pas tahun ini nggak jadi karena surut lautnya. Jadi, ya dilakukan mandiri di rumah masing-masing,’’ ujar pria 71 tahun itu.
Dia mengatakan, salawat burdah cukup melekat di lingkungan warga nelayan Nambangan dan Cumpat. Terlebih, selama pandemi Covid-19, salawat tersebut rutin dilantunkan. Menurut Masduki, selain pujian kepada Nabi Muhammad SAW, salawat burdah dilantunkan untuk meminta keselamatan serta kesehatan dan kelancaran hajat.
’’Jadi, meski tidak bersamaan, bisa dilakukan secara mandiri. Saya yakin teman-teman saat melaut juga melantunkan salawat ini,’’ paparnya.
Dia menambahkan, lantunan dan pembacaan salawat secara rutin juga mengenalkan kepada anak muda agar tetap ingat dan paham keutamaan salawat.
Dia berpesan agar selama Ramadan tetap mengoptimalkan ibadah. ’’Termasuk salat malam. Itu jangan sampai putus. Jangan hanya 10 hari terakhir, tapi mulai sekarang,’’ pesannya.