JawaPos.com – Komisi VI DPR RI mempertanyakan pernyataan Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo terkait impor kereta bekas dari Jepang. Sebab, KAI sejak lama selalu impor kereta bekas dari Jepang.
“Pak Didiek menyampaikan di awal yang saya bingung adalah diperlukannya impor dari kereta bekas ini, disebabkan tadi alasan pandemi covid-19 dan lain-lain. Tapi kalau saya baca-baca Pak, sebenarnya kereta bekas ini sebenarnya bukan kejadian pertama, ini udah lama KAI ini impor kereta bekas, gerbong bekas,” kata Anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan PT Kereta Api Indonesia (persero), PT Kereta Commuter Indonesia, PT INKA, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3).
Politikus PDI Perjuangan itu menyebut, argumentasi KAI seolah menunjukkan keinginannya untuk tetap impor kereta bekas. “Jadi, kalau alasan bapak karena covid-19 karena ini karena itu ya saya enggak bisa terima. Karena ini bukan kejadian baru. Kalau ini kejadian baru saya bisa terima Pak,” tegasnya.
“Salahnya di mana? Saya sepakat dengan yang disampaikan Pak Andre tadi. Salahnya adalah daripada gagalnya dalam perencanaan. Kalau benar perencanaan tidak akan terjadi hal ini,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo mengungkapkan, saat ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) masih memproses terkait pengajuan impor kereta.
“Jadi, pimpinan dan ibu anggota Komisi VI DPR RI. Hasil rapat di Kemenko Marvest tanggal 6 Maret 2023 isinya adalah proses impor KRL bukan baru (bekas) sekarang masih direview BPKP,” papar Didiek.
Didiek menyebut, pihaknya sudah menerjunkan tim untuk melakukan peninjauan langsung kereta bekas tersebut ke Jepang bersama tim BPKP dan KCI sejak pekan lalu.
“Kereta-kereta yang akan diimpor itu masih beroperasi sampai sekarang,” ucap Didiek.
Meski demikian, Didiek menegaskan pihaknya akan fokus pada apa yang menjadi keputusan rapat bersama Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, terkait perlu adanya evaluasi sebelum impor kereta bekas.
“Memang apa yang menjadi catatan di Kemenko Marvest itu menjadi evaluasi review oleh BPKP,” pungkasnya.