JawaPos.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan bahwa tuntutan 20 tahun untuk AKBP Dody Prawiranegara dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu di kasus yang juga menyeret Teddy Minahasa didasarkan pada beberapa hal.
Dari sisi pertimbangan yang memberatkan Dody, kata JPU adalah lantaran statusnya saat melakukan kegiatan terlarang tersebut adalan sebagai anggota kepolisian.
“Dengan jabatan Kepala Polisi Resor Bukittinggi seharusnya terdakwa sebagai penegak hukum memberantas peredaran narkotika, namun terdakwa melibatkan diri dalam peredaran narkotika,” jelas JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (27/3).
Karena dengan kelakuan yang dilakukan seperti Dody tersebut, JPU menilai dirinya telah menurunkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia terutama oleh pihak kepolisian.
“Sehingga tidak mencerminkan aparat penegak hukum yang baik di masyarakat,” tegas Jaksa.
Sementara itu, terkait dengan hal meringankan dalam kasus peredaran narkotika ini, jaksa menilai Dody tak berbelit-belit dan mengakui kekeliruannya.
“Hal yang meringankan terdakwa mengakui perbuatannya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Terdakwa kasus peredaran narkotika dalam kasus Teddy Minahasa, AKBP Doddy Prawiranegara dituntut hukuman penjara 20 tahun dan denda sebesar Rp 2 miliar. Hal ini diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
“Menjatuhkan pidana terdakwa Doddy Prawiranegara selama 20 tahun dan denda sebesar dua miliar rupiah subsider 6 bulan penjara dikurangi masa tahanan,” kata salah satu JPU membacakan tuntutan, Senin (27/3).
Doddy dituntut hukuman tersebut karena dinilai terbukti melanggar ketentuan berupa Pasal 114 ayat 2 UU RI nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.