JawaPos.com – Islam tidak pernah mengabaikan hasrat seksual manusia. Islam hanya memberikan aturan agar hasrat seks seseorang dapat terkelola dengan baik. Bahkan pada bulan Ramadan sekalipun, hubungan seksual tetap diperbolehkan bagi pasangan suami-istri asalkan dilakukan pada malam hari.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana jika hubungan suami-istri dilakukan pada waktu sahur dan saking asiknya bercinta, mereka melakukan hubungan tanpa terasa sudah terdengar adzan Subuh. Bagaimana dengan puasanya ? Apakah ibadah puasa pasangan ini akan tetap sah atau justru batal ?
Terkait pertanyan tersebut di atas, JawaPos.com meminta pandangan kepada Muhammad Arif Zuhri, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang yang juga merupakan alumni Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.
Berikut penjelasannya Muhammad Arif Zuhri.
Sebelum saya menjawab pertanyaan tersebut, saya terlebih dahulu ingin menyampaikan tentang hukum berhubungan badan suami-istri pada malam Ramadan.
Ketika waktu berbuka puasa telah tiba, maka hal-hal yang sebelumnya dilarang saat berpuasa menjadi halal atau boleh untuk dilakukan. Seperti makan, minum, juga berhubungan badan suami-istri. Kebolehan ini mulai sejak waktu maghrib tiba hingga tiba waktu subuh.
Dalilnya adalah Q.S. Al-Baqarah ayat 187. Dalam ayat ini Allah berfirman bahwa telah dihalalkan berhubungan badan suami-istri pada malam Ramadan. Begitupun makan dan minum.
Maka, suami-istri yang pada malam Ramadan melakukan “percampuran” atau persetubuhan dan menyelesaikan sebelum waktu Subuh tiba adalah hal yang boleh dilakukan. Ketika mereka belum bersuci (mandi junub) namun waktu subuh telah tiba, puasanya tetap sah. Segera saja kemudian untuk bersuci.
Hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، أَنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ، وَيَصُومُ.
(مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Dari Aisyah RA. bahwa Nabi SAW pernah ketika waktu subuh tiba Beliau dalam keadaan masih junub sebab hubungan suami-istri, kemudian beliau mandi dan berpuasa. [Muttafaq ‘Alaihi].
Dalam riwayat dari Ummu Salamah RA. ada redaksi وَلَايَقْضِيْهْ yang artinya “dan Beliau (Nabi SAW) tidak mengqadha’ puasanya”. Ini berarti puasanya tetap sah.
Namun, bagaimana hukumnya jika melakukan hubungan suami-istri dan tanpa sadar waktu subuh telah tiba?
Mulai berpuasa (menahan) itu adalah ketika waktu subuh telah tiba. Maka, ketika tiba waktu subuh, pasangan suami-istri tidak boleh lagi meneruskan hubungan intim suami-istri dan harus segera menyudahi (tidak dilanjutkan), mohon maaf, dengan mencabut alat kelamin suami dari kemaluan istri. Jika hal ini dilakukan, maka puasanya tetap sah. Jika dilanjutkan maka puasanya batal.
Sebagai saran supaya hal ini tidak terjadi, hendaknya melakukan perhitungan yang tepat ketika hendak melakukan hubungan intim suami-istri pada bulan Ramadan. Saat ini menentukan masuk waktu salat sudah begitu mudah. Jadwal-jadwal imsakiyah banyak beredar di bulan Ramadan. Begitu pun, dapat diketahui melalui aplikasi atau menelusuri secara online. Sehingga dapat mengatur waktu dengan baik agar tidak dilakukan mendekati waktu subuh sehingga tidak mengganggu aktivitas puasa. Bukankah puasa itu hakikatnya adalah imsak (menahan)?!
Wallahu a’lam.