JawaPos.com – Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo merasa keberatan jika dirinya harus disangkakan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Rafael pun mengklaim, tak menggunakan jasa konsultan dalam mengelola aset kekayaan.
“Saya tidak pernah menggunakan jasa konsultan pajak. Jika memang diduga ada bantuan dari konsultan pajak mohon dijelaskan bantuannya seperti apa?” kata Rafael kepada wartawan, Minggu (26/3).
Rafael pun memastikan, kabar yang mengatakan dirinya akan kabur ke luar negeri tak bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu, dirinya memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyelidik KPK, pada Jumat (24/3).
“Tidak benar kabar soal itu (kabur ke luar negeri). Saya selalu hadir saat diminta keterangan oleh KPK dan inspektorat jendral kemenkeu untuk mengklarifikasi harta saya,” tegas Rafael.
Terkait asal usul harta kekayaannya yang saat ini tengah dalam pemeriksaan KPK, kata Rafael, dirinya tak habis pikir. Pasalnya, ia selalu melaporkan harta kekayaannya sejak 2011.
Rafael pun mengaku sudah beberapa kali diklarifikasi mengenai asal usul hartanya oleh KPK pada 2016 dan 2021, serta Kejaksaan Agung pada 2012. Rafael menyatakan, sejak 2011 tidak pernah ada penambahan aset tetap sehingga penambahan nilai semua karena peningkatan nilai jual objek pajak.
“Jadi kalau sekarang diramaikan dan dibilang tidak wajar hanya karena kasus yang dilakukan oleh anak saya, jadi janggal karena sudah sejak 2011 sudah dilaporkan. Selain itu pada tahun 2016 dan 2021 sudah klarifikasi oleh KPK, serta tahun 2012 telah diklarifikasi di Kejaksaan Agung,” tegas Rafael.
Lagipula, kata Rafael, terkait perolehan harta yang dimiliki sudah tercatat dalam surat pemberitahuan tahunan orang pribadi (SPT-OP) di Ditjen Pajak sejak 2002. Selain itu, terkait adanya penambahan harta juga telah dilaporkan rutin dalam SPT pada saat harta tersebut diperoleh.
“Perolehan aset tetap saya sejak tahun 1992 hingga tahun 2009, seluruhnya secara rutin tertib telah saya laporkan dalam SPT-OP sejak tahun 2002 hingga saat ini dan LHKPN sejak tahun 2011 sampai dengan saat ini. Seluruh aset tetap tersebut sudah diikutkan program TA (Tax Amnesty) tahun 2016 dan juga diikutkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tahun 2022. Sehingga saat ini seharusnya sudah tidak menjadi masalah” pungkasnya.