JawaPos.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan akan menghadiri rakat kerja (raker) bersama Komisi III DPR RI, yang bakal pada Rabu (29/3) mendatang. Raker itu untuk membahas terkait transaksi janggal Rp 349 triliun yang diduga terjadi di Kementerian Keuangan.
“Mudah-mudahan Komisi III tidak maju mundur lagi mengundang saya Menko Polhukam/Ketua KNK-pp-TPPU. Saya sudah siap hadir,” kata Mahfud dalam unggahan pada akun media sosial Twitter, Minggu (26/3).
Mahfud lantas menantang sejumlah Anggota Komisi III DPR RI di antaranya Benny K Harman, Arteria Dahlan dan Arsul Sani untuk hadir dalam agenda raker tersebut.
“Saya tantang sdr. Benny K. Harman juga hadir dan tidak beralasan ada tugas lain. Begitu juga sdr Arteria dan sdr Arsul Sani. Jangan cari alasan absen,” tegas Mahfud.
Sebelumnya, Komisi III DPR RI akan memanggil Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani serta Kepala PPATK Ivan Yustiavandana untuk memaparkan secara rinci terkait transaksi mencurigakan terkait tupoksi Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun. Rencananya, ketiganya akan dihadirkan dalam rapat kerja dengan Komisi III pada Selasa (29/3) mendatang.
“Jadi saran teman-teman Komisi III mengundang Bu Menkeu rapat pada tanggal 29 Maret,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni kepada wartawan, Kamis (23/3).
Sahroni mengungkapkan, pihaknya sudah mendapatkan klarifikasi isu tersebut dari Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam raker pada Selasa (21/3). Namun, Komisi III DPR perlu mendapatkan keterangan dari Mahfud MD dan Sri Mulyani serta Ivan Yustiavandana dalam kapasitas mereka sebagai pengurus Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pemberantasan Pencucian Uang (TPPU).
“Jadi tiga tuh, ada Pak Ivan, Bu Menkeu, ada Pak Menko yang tiga-tiganya adalah berstatus Komite Nasional TPPU,” tegas Sahroni.
Dalam rapat bersama Komisi III DPR dengan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengakui, transaksi mencurigakan lebih dari Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang belakangan ini menjadi sorotan, diduga tindak pidana pencucian uang (TPPU). Temuan itu juga telah dilaporkan ke Kemenkeu.
“Pencucian uang. Itu hasil analisis dan hasil pemeriksaan, tentunya TPPU. Jika tidak ada TPPU, tidak akan kami sampaikan,” ucap Ivan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3).
Ivan berharap, hasil analisa yang dilakukan PPATK dapat ditindaklanjuti oleh Kemenkeu. Mengingat belakangan ini, sejumlah pejabat Kemenkeu tengah menjadi sorotan terkait dugaan harta tak wajar.
“Dalam posisi Departemen Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal sesuai dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 disebutkan di situ penyidik tindak pidana asal adalah penyidik TPPU dan di penjelasannya dikatakan bahwa Bea Cukai dan Direktorat Jenderal adalah penyidik tindak pidana asal,” pungkas Ivan.